Jumat, 15 Maret 2019

KEKERASAN ATAS NAMA AGAMA KRISTEN (?)


Jumat 15 Maret 2019, 13:56 WIB

Pelaku Penembakan Masjid Selandia Baru Posting Manifesto Anti-Islam

Rita Uli Hutapea - detikNews
https://news.detik.com/internasional/d-4468732/pelaku-penembakan-masjid-selandia-baru-posting-manifesto-anti-islam
Pelaku Penembakan Masjid Selandia Baru Posting Manifesto Anti-Islam Foto: Reuters
Christchurch - Seorang pelaku penembakan brutal di masjid di Christchurch, Selandia Baru diidentifikasi sebagai warga negara Australia. Perdana Menteri (PM) Australia Scott Morrison menyebut dia sebagai "teroris keji, ekstremis sayap kanan".

Pria yang melakukan aksi penembakan brutal di Masjid Al Noor tersebut telah memposting online sebuah manifesto setebal 87 halaman, yang isinya menyebutkan alasannya untuk melakukan penembakan itu. Manifesto tersebut berisi pandangan anti-imigran, anti-muslim dan penjelasan mengapa serangan itu dilakukan.

Pria yang di Twitter menyebut dirinya sebagai 'Brenton Tarrant' itu, bahkan menyiarkan secara langsung di Facebook, aksi penembakan yang dilakukannya dan mengarahkan kamera ke arah dirinya sebelum melepaskan tembakan. Facebook kemudian telah menghapus siaran langsung tersebut.



Seperti dilansir News.com.au, Jumat (15/3/2019), dalam manifesto yang ditulisnya, pria berumur 28 tahun itu menyebut dirinya sebagai "pria kulit putih biasa". Dia juga menuliskan bahwa dia dilahirkan dari sebuah keluarga kelas pekerja, berpenghasilan rendah ... yang memutuskan untuk mengambil sikap untuk memastikan masa depan bagi rakyat saya".

Dia menyebutkan bahwa dirinya melakukan penembakan itu untuk "secara langsung mengurangi tingkat imigrasi di tanah-tanah Eropa".


Seorang saksi mata yang diwawancara TVNZ mengatakan seorang pria memasuki Masjid Al Noor dengan menenteng pistol pada pukul 13.45 waktu setempat.

"Saya mendengar suara letusan senjata api. Lalu, ketika suara itu terdengar kembali, saya pun lari. Banyak jemaah sedang duduk di lantai masjid. Saya berlari ke bagian belakang masjid," kata dia.

Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengatakan ini adalah kejadian 'luar biasa, tak pernah terjadi sebelumnya, dan salah satu hari terkelam' negara tersebut. Dia juga mengatakan 'seorang tersangka telah ditahan aparat', tapi mungkin ada lainnya yang terlibat.

TGB Sebut Serangan di New Zealand Bukti Teroris Tak Kenal Agama

 https://news.detik.com/berita/d-4471949/tgb-sebut-serangan-di-new-zealand-bukti-teroris-tak-kenal-agama
Harianto - detikNews
TGB Sebut Serangan di New Zealand Bukti Teroris Tak Kenal Agama TGH Muhammad Zainul Majdi (TGB) (Foto: Dok. Istimewa)
Mataram - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Wathan (PBNW), TGH Muhammad Zainul Majdi (TGB), mengutuk aksi terorisme di dua masjid di Kota Christchurch Selandia Baru (New Zealand). Dia mengatakan penyerangan tersebut jadi bukti terorisme tak kenal agama.

"Kita semua mengutuk keras peristiwa yang sangat biadab ini. Peristiwa yang sekali lagi membuktikan bahwa kebencian dan ekstremisme pasti akan menghancurkan. Terorisme tidak mengenal agama dan ras. Mari kokohkan terus persaudaraan di antara kita," ungkap TGB lewat ketarangan tertulis yang diterima detikcom, Senin (18/3/2019).


TGB mengatakan PBNW mengapresiasi langkah positif pemerintah Selandia Baru yang mengutuk dan memproses hukum pelaku pembantaian itu. PBNW juga mengapresiasi masyarakat dunia yang turut mengecam aksi brutal pelaku penyerangan.

"PBNW mengapresiasi dengan baik dan positif tindakan cepat yang dilakukan oleh pemerintah Selandia Baru, baik dalam mengutuk maupun menindak pelaku teror tersebut, serta berbagai pembelaan masyarakat dunia terhadap orang-orang tidak berdosa yang menjadi korban," ucapnya.

PBNW juga mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam menindaklanjuti aksi terorisme di Kota Christchurch dengan segala upaya seperti meminta masyarakat tidak menyebar video kekerasan tersebut dan meningkatkan pengamanan di beberapa daerah.


"PBNW mendukung sepenuhnya reaksi cepat Pemerintah Republik Indonesia di bawah pemerintahan Bapak Joko Widodo yang mengutuk serangan teroris itu dan berbagai tindakan lanjutan yang diperlukan," kata mantan Gubernur NTB dua periode ini.

TGH Hasanain JuainiTGH Hasanain Juaini (Foto: Dok. Istimewa)

Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBNW, TGH Hasanain Juaini, mengimbau umat Islam tetap tenang dan menghindari tindakan yang memperburuk keadaan. "Umat Islam tetap tenang menghadapi cobaan dan musibah ini dan menghindari tindakan-tindakan yang semakin memperuncing keadaan," imbau Hasanain.

Dia minta agar umat Islam terus dan tiada henti meningkatkan upaya mendakwahkan Islam sebagai ideologi rahmatan lil-alamin, bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mencapai tujuan hidup bersama yang aman damai dan harmonis. Dia juga meminta umat Islam, khususnya pengurus NW untuk melaksanakan salat gaib, Qunut Nazilah serta berhizib, memanjatkan doa keselamatan untuk para korban.


"Kepada seluruh umat Islam, dan khususnya Pengurus Nahdlatul Wathan pada seluruh tingkatan beserta seluruh underbow-nya dan para jamaah untuk melaksanakan Shalat Ghaib, Qunut Nazilah serta berhizib, memanjatkan doa keselamatan untuk para korban, seluruh keluarganya beserta Umat Islam di mana saja berada," tuturnya.

Seperti diketahui insiden teror terjadi di Masjid Al Noor, di pusat Kota Christchurch, dan Masjid Linwood. Laporan menyebutkan korban meninggal mencapai 50 orang. Korban tewas ditembak saat menanti waktu salat Jumat (15/3) lalu.

Pelakunya seorang pria bersenjata bernama Brenton Tarrant (28) menyiarkan secara langsung aksi penembakan itu melalui Facebook.
(jbr/jbr)

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ideologi Kebencian

 https://news.detik.com/kolom/d-4472634/ideologi-kebencian
 
Muhamad Mustaqim - detikNews
Ideologi Kebencian Foto: Reuters
Jakarta - Aksi penembakan terhadap jamaah dua masjid di Selandia Baru sungguh menyentak rasa kemanusiaan. Betapa tidak, aksi yang menghilangkan nyawa 49 orang ini dilakukan di dalam tempat ibadah yang suci, dengan menyiarkan secara streaming ke dalam media sosial. Aksi brutal tersebut dianggap sebagai aksi kekerasan terbesar di Selandia Baru, negeri yang selama ini dikenal paling damai dan termasuk 8 besar negara dengan indeks bahagia tertinggi.

Ada dua hal yang bisa kita pahami dari aksi penembakan ini. Pertama, bahwa aksi kekerasan bukanlah persoalan agama. Selama ini, narasi arus utama seringkali menempatkan Islam sebagai penyandang aksi terorisme. Terorisme seakan lahir dari agama. Referensi yang diacu: Peristiwa 11 September di Amerika, Bom Bali, aksi terorisme di Eropa, atau yang paling jelas aksi ISIS di Timur Tengah. Aksi di Christchurch setidaknya menguatkan fakta bahwa tidak semua tindakan terorisme dilakukan oleh muslim. Seorang Kristen berkebangsaan Australia terbukti telah menjadi teroris sadis yang merenggut puluhan nyawa manusia secara biadab.

Kadua, aksi kekerasan sebenarnya lahir dari kebencian. Beberapa fakta seputar pelaku penembakan, Brenton Tarrant menyebutkan bahwa pria 28 tahun ini merasa khawatir akan adanya imigran muslim. Imigran muslim dianggap mengancam eksistensi pribumi, khususnya kulit putih. Kebencian terhadap kelompok tertentu, pada derajat yang paling ekstrem adalah aksi yang sangat tidak manusiawi. Pada tataran yang lebih luas, kebencian ini akan menggumpal menjadi sebuah tata nilai, yang bisa kita sebut dengan ideologi kebencian.

Ideologi kebencian adalah seperangkat keyakinan yang menempatkan kelompok-kelompok tertentu sebagai pihak yang dipersalahkan. Dasar dari kecenderungan ini adalah perbedaan pandangan dan persepsi nilai orang lain yang dianggap tidak sesuai dengan dirinya dan kelompoknya. Ditambah dengan berbagai stigma, stereotip, hoaks terhadap entitas kelompok lain yang secara perlahan akan padu ke dalam rasa kebencian. Sejarah telah mencatat bahwa berbagai aksi keji kekerasan, dari membunuh sampai genosida, senantiasa diawali dengan rasa kebencian terhadap entitas liyan. Lihat saja bagaimana Hitler membantai komunitas Yahudi yang dianggap "berbeda" dengan ras dan komunitas dirinya.

Saat ini kita dihadapkan pada kontestasi politik yang mengarahkan pada polarisasi dua kutub, 01 dan 02, yang oleh para netizen diformulakan ke dalam terminologi "cebong" dan "kampret". Saya rasa kedua komunitas tersebut pun sudah dirasuki virus kebencian satu sama lain. Hal ini bisa kita lihat dari masing-masing kutub yang akan mencari pembenar terhadap komunitasnya, sebaliknya melakukan delegitimasi, menganggap salah pada lawannya. Durasi kampanye yang sangat lama ini kiranya berpotensi akan menggumpalkan rasa kebencian.

Rasa kebencian adalah racun yang akan mampu menggerogoti daya imun akan kebenaran. Ia semacam candu yang terus menghadirkan rasa "benar sendiri" sembari mengutuk dan mencaci lawan. Sederhananya, kebencian menyebabkan kita subjektif dan fanatik. Dalam agama kita diingatkan, "Janganlah kebencianmu terhadap satu kaum menjadikan dirimu berlaku tidak adil." (Q.S 5: 8).

Kita harus bersikap adil, semenjak dari pikiran kita. Jangan biarkan kebencian menjadi ideologi yang akan menggerakkan kita berlaku tidak adil, bahkan sampai melakukan tindakan terlarang, seperti menebar fitnah, hoaks sampai pada kekerasan. Kontestasi politik ini sungguh telah menguji sikap adil kita. Beberapa banyak orang yang akhirnya "kalah" rasa adilnya, mendukung pasangan tertentu, dengan menghilangkan logika dan akal sehatnya. Berapa banyak orang yang pada akhirnya menggunakan cara-cara tidak proporsional, dengan menebar kebencian, hoaks, fitnah hanya demi kepentingan politiknya.

Peristiwa Christchurch cukup menjadi pelajaran bersama, bagaimana kebencian mampu mengikis rasa kemanusiaan kita. Dan kontestasi politik 2019 telah mengaduk-aduk kebencian dan keadilan kita, tinggal lihat mana yang akan memenangkan, keadilan atau kebencian kita. Kita berharap kontestasi demokrasi kali ini tidak lebih adalah pesta lima tahunan yang seharusnya kita sikapi dengan gembira dan suka cita. Jika pun kita hanyut dalam arus kontestasi politik ini, setidaknya itu tidak akan mengikis rasa keadilan dan nurani sehat kita. Dan ketika pesta ini selesai, maka kita akan kembali menjadi "manusia" seperti sedia kala.

Muhamad Mustaqim dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus

Sabtu, 26 Januari 2019

'The Power of Emak-emak' Pelindung Toleransi Kampung Tengah Jakarta


Sabtu 26 Januari 2019, 15:06 WIB

'The Power of Emak-emak' Pelindung Toleransi Kampung Tengah Jakarta

https://news.detik.com/berita/d-4401569/the-power-of-emak-emak-pelindung-toleransi-kampung-tengah-jakarta
 
 
Adhi Indra Prasetya - detikNews
The Power of Emak-emak Pelindung Toleransi Kampung Tengah Jakarta Kampung Tengah, Kramat Jati, Jakarta Timur (Adhi Indra Prasetya/detikcom)
Jakarta - Kerukunan tersimpan aman di gang senggol kawasan padat permukiman ini. Kekuatan emak-emak telah melindungi harmoni hidup bersama lintas agama.

Kerukunan itu ada di Kampung Tengah, Kelurahan Kramat Jati, Jakarta Timur. Masuk ke Gang Eka Dharma, ada Musala Al Mukhlasiin dan Gereja Kristen Pasundan Kampung Tengah. Letak kedua tempat ibadah itu berdekatan.

Umat Islam tentu beribadah di musala, dan Umat Protestan di gereja. Namun di luar ritual, warga muslim sering masuk ke gereja, yang kristiani juga tak jarang beraktivitas di atas lantai musala. Di tempat ini, warga muslim dan kristiani berinteraksi secara luwes.

"Keakrabannya menurut saya beda dari yang biasanya. Saya tidak membayangkan akan seguyub ini," kata Pendeta Magyolin Carolina Tuasuun (42). Dia sedang bicara mengenai kesan saat pertama kali merasakan atmosfer kerukunan Kampung Tengah, tujuh tahun lalu. Sebagai orang baru, dia baru pertama kali menjumpai kerukunan orang kota semacam ini.



Saat berbincang dengan detikcom di kediamanya, di RT 001/RW008, Pendeta Magyolin memberikan kesaksian betapa warga di Kampung Tengah punya toleransi yang tinggi terhadap umat yang berbeda agama. Padahal sebelumnya, dia sempat khawatir bertugas di gereja yang terletak di tengah permukiman warga. Kekhawatiran itu sirna.

Dia ingat betul saat pertama menapaki Gang Eka Dharma tahun 2012, ada seorang ibu memandunya berkenalan dengan kampung ini. "Belakangan saya tahu beliau ustazah," katanya.

'The Power of Emak-emak' Pelindung Toleransi Kampung Tengah JakartaPendeta Magyolin dan suaminya, Elang Darmawan. (Adhi Indra Prasetya/detikcom)

Ibu itu juga menyampaikan ke Magyolin bahwa dia dan rombongannya akan latihan paduan suara di aula gereja. Saat itu ibu-ibu Kampung Tengah beserta jemaat gereja sedang bersiap mengikuti lomba tingkat Jakarta Timur. Aktivitas warga lintas agama di gereja adalah hal lumrah di sini, mulai dari latihan paduan suara hingga pemeriksaan kesehatan, dari penyuluhan kesehatan remaja hingga penyuluhan untuk ibu-ibu muda tentang gizi anak.



"Yang menarik, sempat ada wacana tentang penggunaan aula gereja untuk resepsi pernikahan (muslim). Jadi setelah ada ijab kabul di masjid besar kemudian naik saja deh resepsinya di aula gereja. Wah baru muncul niat saja kami udah seneng!" kata Magyolin, bersemangat menyambut ide itu.

Kehangatan lintas agama juga terwujud saat perayaan ulang tahun salah satu anak warga Kampung Tengah. Semula dia anggap hanya putra kecilnya saja yang perlu ikut perayaan ulang tahun anak-anak. Di rumah si anak yang ulang tahun, sudah ada Pak Ustaz dan Ibu Ketua RT yang menununggu Magyolin. Ternyata, kehadirannya selaku Pendeta Gereja Kristen Pasundan juga ditunggu.

Gara-gara eratnya hubungan kemasyarakatan di sini, Magyolin rela mengubah tradisi keluarganya. Sebelum bertugas di gereja ini, dia selalu mudik ke Purwakarta tiap kali lebaran hari pertama tiba. Namun sejak dia bertugas di GKP Kampung Tengah, dia baru pulang ke keluarga muslimnya di Purwakarta pada hari lebaran ke-2. "Karena tradisi lebaran hari pertama di sini, warga keliling dari rumah ke rumah," kata Magyolin.

Ada sosok yang selalu disebut-sebut Magyolin saat berbicara soal toleransi dan kerukunan di Kampung Tengah ini. Sosok itu adalah emak-emak yang tinggal tak jauh dari kediamannya, yakni Ibu Ketua RT 001 RW 008, namanya adalah Neng Herti (49).



"Bu RT! Aku udah pulang," kata bocah berseragam sekolah yang melintasi sebuah rumah. Di dalam rumah itu ada seorang ibu berkerudung. Tak salah lagi, ibu berkerudung itu adalah Neng Herti yang disebut-sebut punya peran besar menjaga kerukunan di Kampung Tengah.

'The Power of Emak-emak' Pelindung Toleransi Kampung Tengah JakartaNeng Herti, berkerudung hijau, di acara Sabtu Ceria, Kampung Tengah. (Dok Pribadi)

"Saya sudah 16 tahun jadi Ketua RT di sini. Waktu pemilihan jadi calon tunggal terus, nggak ada yang mau menggantikan," ujar Neng.

Saya mulai berbincang dengan Neng di rumahnya. Saat bertutur mengenai suasana toleran di Kampung Tengah, Neng menyatakan itu bukan karena jasa dirinya.

"Kebersamaan, toleransi, sudah terjalin sejak dulu. Memang orang tua kita lah yg mencetuskannya. Kami hanya meneruskan sebagai warisan," kata Neng yang menjadi warga Kampung Tengah sejak 1989, setelah menikah dengan suami asli kampung ini.

Periode kepemimpinan yang lama membuat emak tiga anak ini makin terampil menjaga kerukunan antarumat beragama di RT ini, RT yang punya gereja dan musala berdekatan. Perbandingan jumlah pemeluk Islam dan Kristen dikatakannya imbang. Gereja Kristen Pasundan di sini sudah dibangun di akhir tahun '60-an dan musala dibangun sekitar dekade '90-an. Beda agama tak jadi soal bagi hubungan kemasyarakatan warga kampung.

Mereka sering mengadakan acara bersama-sama, mulai dari perayaan hari kemerdekaan 17 Agustus seperti kampung lainnya, hingga merayakan bersama hari lebaran serta natal dan tahun baru. Bila lebaran, warga kristiani mengunjungi warga muslim. Namun bila natal, warga muslim mengunjungi warga kristiani. Bila tahun baru tiba, warga saling mengunjungi hingga dini hari.

"Kami pun jam 2 sampai jam 3 pagi masih di luar itu tahun baruan, keliling ke rumah Ibu Pendeta juga, ke sebelahnya, ke rumah-rumah yang non muslim, sama-sama," katanya.

'The Power of Emak-emak' Pelindung Toleransi Kampung Tengah JakartaEmak-emak di Kampung Tengah, Kramat Jati, Jakarta Timur (Dok Pribadi)

Emak-emak serta anaknya sering bepergian bersama ke tempat-tempat yang mudah dijangkau di Jakarta ini untuk merayakan ulang tahun anak warga. Rantang berisi aneka masakan dibawa menuju tempat piknik. Kegiatan bersama seperti itu turut memelihara kerukunan antarumat beragama.

"Makanya kami berharap jangan sampai ada orang luar yang memprovokasi kerukunan kita. Jangan sampai hal itu terjadi. Di sini sudah cukup tenang," kata Neng.

Simak terus berita-berita di detikcom tentang toleransi antarumat beragama di seputar Jakarta.
(dnu/fjp)




Senin 21 Januari 2019, 17:49 WIB

Cerita di Balik Suster Katolik dan Grup Kasidah Nyanyi 'Jilbab Putih'

 
 https://news.detik.com/berita/d-4394055/cerita-di-balik-suster-katolik-dan-grup-kasidah-nyanyi-jilbab-putih
 
Danu Damarjati - detikNews
Cerita di Balik Suster Katolik dan Grup Kasidah Nyanyi Jilbab Putih Kebersamaan suster Katolik dan Grup Kasidah Islam. (Foto: dok. Komisi KOMSOS KWI)
Jakarta - Kemesraan lintas agama ditunjukkan lewat penampilan sepanggung para suster Katolik dan grup musik kasidah yang islami. Sebuah video viral menunjukkan kebersamaan mereka saat menyanyikan lagu 'Jilbab Putih'.

"Jilbab, jilbab putih, lambang kesucian...," begitulah para suster dan penyanyi kasidah bernyanyi, sebagaimana yang tampak dalam video unggahan Komisi KOMSOS KWI pada 16 Januari 2019, di YouTube. Di Twitter, unggahan video ini sudah di-retweet lebih dari 15 ribu kali dan disukai 13 ribu akun.

Tampak di video itu, ibu-ibu berjilbab biru tua bernyanyi lagu kasidah Nida Ria yang terkenal mulai tahun 1990 itu. Banyak dari mereka memainkan rebana. Satu suster ikut bernyanyi, dan sebagian berjoget dengan semangat. Video itu dilihat 9.665 kali, disukai 494 orang dan tidak disukai 5 orang saja.



Di bawah video tertulis keterangan, "Suster Yunita, CB, berkolaborasi dengan Grup Kasidah Miftahul Jannah, yang hadir meramaikan perayaan HUT Lustrum ke-9 Civita Youth Camp, Ciputat, Selasa (15/1/2019). Selain menghibur, nyanyian para wanita berkerudung ini memecah dinding perbedaan di tengah maraknya intoleransi karena beda pendapat."

Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Romo Ignatius Suharyo menceritakan kegiatan itu terjadi di Rumah Pembinaan Civita, Jl Cimandiri Nomor 50, Cipayung, Ciputat, Tangerang Selatan. Kegiatan itu dinilainya telah mencerminkan nama Civita yang merupakan gabungan dua kata, 'ci' dalam bahasa Sunda bermakna 'air' atau 'sungai' dan 'vita' dari bahasa Latin berarti 'hidup'. Beginilah seharusnya air kehidupan yang sejati diperoleh, yakni dengan cara kebersamaan.

"Waktu itu saya hadir di sana dalam rangka Lustrum ke-9 Civita," kata Romo Ignatius saat dihubungi, Senin (21/1/2019).



Para suster itu adalah pembina di Civita, sedangkan grup kasidah Miftahul Jannah dikatakannya merupakan kelompok musik dari ibu-ibu sekitar Kantor Civita. Lagu yang mereka bawakan bersama para suster adalah 'Jilbab Putih'.

"Suster itu (berjilbab putih) adalah salah satu pendamping pembinaan di situ. Sedangkan ibu-ibu yang berjilbab adalah tetangga yang tinggal di dekat rumah pembinaan. Mereka bersahabat sejak lama," kata Ignatius.

Ternyata ibu-ibu muslim dan para suster Katolik itu bersahabat. Penampilan seperti itu menjadi wujud persahabatan mereka. Kegiatan ini sesuai semboyan Republik Indonesia.



"Nyanyian itu mau mengungkapkan rasa persahabatan, saling hormat tanpa membeda-bedakan. Sebentuk usaha untuk mengatakan kepada semua bahwa bangsa Indonesia adalah berciri Bhinneka Tunggal Ika dan undangan untuk membangun persaudaraan dan persahabatan yang tulus di antara sesama warga bangsa," kata Ignatius.

Civita adalah tempat pembinaan karakter kaum muda Katolik. Civita berada di bawah tanggung jawab Keuskupan Agung Jakarta.
(dnu/imk)

Selasa, 18 September 2018

Penjelasan Ilmiah Jasad Utuh saat Digali

Rabu 19 September 2018, 07:20 WIB
 
https://news.detik.com/berita/d-4218343/penjelasan-ilmiah-3-jasad-sekeluarga-di-ciamis-utuh-saat-digali

Penjelasan Ilmiah 3 Jasad Sekeluarga di Ciamis Utuh saat Digali

Kanavino Ahmad Rizqo - detikNews
Penjelasan Ilmiah 3 Jasad Sekeluarga di Ciamis Utuh saat Digali Salah satu jasad yang utuh di Ciamis (Foto: Istimewa)
Jakarta - Tiga jasad dengan kain kafan yang ditemukan masih utuh dan tak mengeluarkan bau busuk membuat heboh warga Ciamis, Jawa Barat. Beragam cerita pun menyertai fenomena tersebut.

Kondisi tiga jasad utuh ini diketahui saat pihak keluarga berniat memindahkannya karena lahan akan dibangun proyek perumahan, Selasa (18/9/2018). Selama ini lahan itu dijadikan makam keluarga.


Jasad itu atas nama Jalaludin yang sudah dikubur selama 35 tahun, Sasmita yang meninggal 14 tahun silam, dan Kaimita Nurkamila yang meninggal pada 2013 lalu.

Pihak keluarga, Adang Suherlan, mengenang sosok ayah dan kakeknya sebagai orang yang baik dan saleh. Mereka juga disebut sebagai figur yang bertangggungjawab kepada keluarga.

Adang pun tak kuasa menahan rasa haru saat melihat kondisi jenazah itu masih utuh. Dia berharap amal ibadah keluarganya diterima oleh Allah SWT.

"Pas lihat saya hampir pingsan dan menangis, serasa tidak percaya. Sangat terharu melihatnya, mudah-mudahan amal ibadah dari ayah, kakek dan keponakan saya benar diterima oleh Allah," kata Adang di kediamannya, Desa Handapherang, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Selasa (18/9/2018).


Fenomena jenazah yang ditemukan utuh setelah dimakamkan bertahun-tahun ini bukanlah yang pertama. Sebelumnya, cerita heboh soal jenazah awet di liang lahat datang dari tanah kubur di pinggir kali, Dusun Krajan, Desa Sukorejo, Kecamatan Bangalsari, Jember, Jawa Timur.

Pada 1 Februari 2018 lalu, banjir di desa tersebut membuat pagar makam ambrol ke sungai. Padahal di situ ada makam Sumini, perempuan yang sudah dimakamkan 10 tahun yang lalu.

Anak Sumini, Hasan, bermaksud menyelamatkan jenazah ibunya dari banjir. Hasan kaget karena ternyata jenazah ibunya itu masih utuh.

"Sungguh membuat saya dan saudara lain terkejut melihat ini. Padahal ibu sudah sekitar 10 tahun meninggal, biasanya sudah tinggal tulang. Tetapi ini tubuh masih utuh hingga ke kaki, dan lengkap dengan kain kafan berwarna agak kecoklatan," kata Hasan dengan terheran-heran, Senin (5/2).


Warga sekitar kemudian berbondong-bondong melihat fenomena ganjil ini. Para tetangga kemudian mengingat perilaku Sumini semasa hidup dulu. Sumini dikenal sebagai perempuan dengan perbuatan baik ke anak-anak dan tetangga, juga senang membantu warga.

Selain dua kejadian di atas, ada banyak lagi fenomena serupa yang menjadi cerita masyarakat di sejumlah daerah di Indonesia. Lalu bagaimana sebenarnya penjelasan ilmiah mengenai jasad yang masih utuh meskipun telah dimakamkan bertahun-tahun itu?

Diberitakan detikHealth, kejadian ini kerap kali dikaitkan dengan hal spiritual, namun secara ilmiah ada juga sebab material yang bisa menjelaskannya.

Dilansir dari Live Science, kejadian ini dikaitkan dengan adiposera, yaitu senyawa organik yang terbentuk melalui reaksi hidrolisis oleh bakteri anaerob pada jaringan adiposa (jaringan lemak) di dalam tubuh.

Dengan senyawa ini, lemak di jaringan lunak berubah menjadi zat seperti sabun keras sebuah proses yang disebut saponifikasi. Zat ini bertindak sebagai pengawet dan memperlambat dekomposisi (proses penguraian) normal.

Mengapa ada jenazah yang bisa awet karena adiposera dan ada yang tidak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Adiposera sendiri secara optimal terbentuk bila jenazah berada pada lingkungan dengan kelembaban yang tinggi dan minim oksigen.
(knv/rna)

Minggu, 04 Februari 2018

Mencurigai Umat Kristen

Senin 05 Februari 2018, 10:24 WIB
https://news.detik.com/kolom/d-3850059/mencurigai-umat-kristen

Kolom Kang Hasan

Mencurigai Umat Kristen

Hasanudin Abdurakhman - detikNews
Mencurigai Umat Kristen Hasanudin Abdurakhman (Ilustrasi: Edi Wahyono)
Jakarta - Sebagai muslim saya malu melihat banyaknya perlakuan tidak adil yang dilakukan oleh sebagian orang Islam kepada umat Kristen. Mereka hendak beribadah, diganggu. Mau membangun gereja dipersulit. Hendak memberikan pelayanan sosial kepada sesama manusia, dihalangi. Kenapa kita ini?

Mereka melakukan kristenisasi, begitu tuduhannya. Apa itu kristenisasi? Mengajak orang masuk Kristen. Dalam bahasa Islam disebut berdakwah. Apa hukumnya berdakwah dalam ajaran Islam? Wajib. Sama halnya, umat Kristen juga punya kewajiban yang sama. Kenapa kita gusar dengan umat lain yang menjalankan kewajiban agamanya?

Tapi mereka menggunakan materi untuk mengiming-imingi orang. Lalu, apa bedanya dengan kita? Ajaran Islam mengajarkan bahwa muallaf adalah satu dari 8 golongan yang berhak menerima zakat. Muallaf itu tidak selalu berarti orang yang sudah masuk Islam. Ia dapat pula bermakna orang yang sudah condong kepada Islam.

Seberapa sahih tuduhan kristenisasi itu? Entahlah. Saya sendiri punya pengalaman yang berbeda. Di tahun 70-an tidak ada rumah sakit di Pontianak selain RS St. Antonius. Bahkan pemerintah pun seingat saya belum menyediakan RS. RSUD Sudarso baru dibuka tahun 1980.

Selama berpuluh tahun ini RS St. Antonius melayani warga, dari segala macam agama dan suku. Dengan adanya RSUD pun tetap banyak yang mereka layani, karena pengguna jasanya semakin banyak, seiring pertambahan penduduk. Ketika saya tinggal di Pontianak tahun 2004-2005, anak-anak saya juga dirawat di situ ketika sakit.

Kristenisasi? Sejauh yang bersinggungan dengan keluarga kami, tidak ada. Tidak ada yang pernah ditawari, diajak, terlibat dengan peribadatan Katolik. Murni mereka memberikan layanan kesehatan. Bahkan terhadap pasien yang menerima layanan gratis karena tidak mampu, juga tidak ada tawaran seperti itu.

Demikian pula halnya dengan layanan sekolah. Entah ada berapa ribu sekolah Katholik dan Protestan di Indonesia. Entah berapa juta anak-anak muslim sekolah di situ. Adakah yang punya data, berapa persen dari mereka yang masuk Kristen?

Ada sepupu saya yang waktu sekolah menumpang di rumah kami. Ayah saya, karena masih harus menyekolahkan banyak anaknya sendiri, tidak sanggup membiayai secara penuh untuk kemanakannya itu. Dia hanya menumpang tinggal dan makan saja. Sedangkan biaya sekolah, ia harus cari sendiri. Kepala SMA Santu Petrus Pontianak waktu itu memberi dia kemudahan. Ia boleh sekolah gratis di situ. Padahal itu adalah sekolah elite yang mahal.

Tak pernah ada ajakan masuk Katholik kepada saudara saya itu. Selama sekolah ia menjadi muazin di mesjid. Tak goyah sedikit pun imannya.

Karena itu saya tidak pernah mencurigai apapun pelayanan umat Katolik. Dalam keadaan masih banyak umat yang membutuhkan bantuan, tak pantas kita mencurigai layanan yang mereka berikan. Ketimbang mencurigai dan menghalangi, alangkah baiknya kalau umat Islam juga memperbanyak aktivitas pelayanan, melalui rumah sakit, sekolah, perpustakaan, dan lain-lain. Semakin banyak kita sediakan, makin banyak pula manusia yang terbantu.

Hasanudin Abdurakhman cendekiawan, penulis dan kini menjadi seorang profesional di perusahaan Jepang di Indonesia

Minggu, 16 Juli 2017

SIKAP BUPATI BANYUWANGI TERHADAP DISKRIMINASI

Ada Diskriminasi Terhadap Siswi Non Muslim di Banyuwangi, Bupati Anas Marah

http://regional.kompas.com/read/2017/07/16/23005061/ada-diskriminasi-terhadap-siswi-non-muslim-di-banyuwangi-bupati-anas-marah

Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati
Kompas.com - 16/07/2017, 23:00 WIB
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas saat menerima kunjungan daritokoh agama pada acara Halal Bihalal di kediamannya KOMPAS.COM/Ira Rachmawati Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas saat menerima kunjungan daritokoh agama pada acara Halal Bihalal di kediamannya
BANYUWANGI,KOMPAS.com - Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas marah saat mengetahui adanya berita diskriminasi yang menimpa seorang pelajar perempuan calon peserta didik SMP di wilayahnya sehingga siswi tersebut memilih menarik berkas pendaftarannya.
Adalah NWA, seorang pelajar perempuan calon peserta didik SMP 3 Genteng Kabupaten Banyuwangi yang memilih menarik berkas pendaftarannya karena merasa ada diskriminasi di sekolah tersebut yakni menerapkan aturan menggunakan jilbab bagi siswinya, sedangkan NWA sendiri beragama non Islam.
Saat mengetahui hal itu, Bupati yang kerap disapa Anas itu, langsung meminta Kepala Dinas Pendidikan Banyuwangi untuk membatalkan aturan wajib berjilbab di SMPN 3 Genteng.
"Aturan yang diterapkan berdasarkan inisiatif pimpinan SMPN 3 Genteng. Saya sudah minta batalkan aturan itu. Batalkan detik ini juga. Terus terang saya kecewa. Kita ini pontang-panting jaga kerukunan umat, kok masih ada paradigma seperti ini," ucap Anas kepada Kompas.com, Minggu (16/7/2017).
"Kalau berjilbab untuk pelajar muslim kan tidak masalah, tapi ini diterapkan secara menggeneralisasi tanpa melihat latar belakang agama pelajarnya," tambah dia.
Ia menilai aturan yang diterapkan berpotensi mendiskriminasi pelajar beragama selain Islam.
Anas juga meminta agar Kepala Dinas Pendidikan untuk mengkaji pemberian peringatan dan sanksi kepada pimpinan sekolah yang menerapkan aturan itu.
Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan Sulihtiyono saat dihubungi Kompas.com menjelaskan pihaknya telah menginstruksikan kepala sekolah untuk menghapus aturan itu.
Ia menjelaskan NWA mendaftar melalui online dengan dua pilihan, yaitu SMPN 1 Genteng dan SMPN 3 Genteng. Siswa yang bersangkutan kemudian diterima di SMPN 3 Genteng, namun batal masuk karena adanya aturan wajib berjilbab. Akhirnya NWA mencoba melalui jalur minat, bakat, dan prestasi, sehingga diterima di SMPN 1 Genteng.
“Pelajar yang bersangkutan sudah diberi penjelasan tetap bisa diterima di SMPN 3 Genteng, karena aturan sudah dibatalkan atas perintah Pak Bupati. Tapi NWA tetap memilih SMPN 1 Genteng. Kami memohon maaf atas kejadian ini, dan saya pastikan tidak akan ada lagi permasalahan serupa terjadi di kemudian hari,” ucap Sulihtiyono.
Cerita sang ayah
Timotius Purno Ribowo, ayah NWA bercerita, dirinya mengambil keputusan menarik berkas pendaftaran tersebut setelah daftar ulang di SMPN 3 Genteng pada Jumat (7/7/2017) lalu.
Saat itu petugas pendaftaran langsung mengatakan kepadanya bahwa sekolah tersebut hanya menerima siswa yang beragama Islam dan tidak bisa menerima siswa non Islam.
"Mendengar pernyataan itu anak saya langsung nangis ditempat. Saya sempat debat dengan petugas dan akhirnya anak saya tetap diterima namun syaratnya harus menggunakan jilbab dan mengikuti kegiataan keagamaan," katanya saat dihubungi Kompas.com Minggu (16/7/2017).
Akhirnya sebut dia, dirinya menunda daftar ulang dan kembali ke sekolah hari Sabtu untuk bertemu langsung dengan kepala sekolah. Namun, kepala sekolah tidak ada di tempat dan hanya berkomunikasi lewat telepon.
"Saat itu kepala sekolah mengatakan bahwa sekolah SMP 3 Genteng tidak menerima siswa non muslim dan jika ingin tetap sekolah di SMP 3 harus mengikuti aturan yaitu menggunakan jilbab bagi perempuan dan mengikuti semua kegiatan keagamaan. Saat itu saat berusaha legowo dengan mencabut berkas pendaftaran anak saya," tambah dia.
Purno pun melaporkan kejadian tersebut ke Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi dan disarankan untuk mendaftar di SMPN 1 Genteng melalui jalur minat bakat dan prestasi dan dinyatakan diterima dengan peringkat 10 besar.
"Senin daftar dan Jumat dinyatakan lolos di SMPN 1 Genteng. Dia sudah mengikuti kegiatan di sekolahnya yang baru," kata dia.
Bantah
Sementara itu Ketua Komite SMPN 3 Genteng Syaifudin, membantah mengenai adanya aturan wajib menggunakan jilbab bagi siswa perempuan.
"Kami siap untuk bertemu untuk diklarifikasi dengan orang tua calon wali murid. Tidak benar pelarangan tersebut. Semua difasilitasi sama," kata Syaifudin dihubungi Kompas.com , Minggu (16/7/2017).
Ia membenarkan bahwa NWA adalah calon peserta didik yang mendaftar di SMPN 3 Genteng dan diterima di jalur reguler dengan nomor urut 24.
Saat orang tua NWA datang ke sekolah untuk daftar ulang, oleh petugas diberi informasi bahwa seragam bagi yang beragama Islam menggunakan jilbab dan yang non islam menyesuaikan.
"Wali murid kembali lagi ke sekolah pada hari Sabtu untuk koordinasi dengan pihak sekolah dan pada hari Senin 10 Juli orang tuanya mengatakan keberatan jika anaknya menggunakan jilbab padahal di sekolah kami sudah membebaskan. Orangtuanya legowo dan mengatakan tidak akan mempermasalahkan hal tersebut," katanya.
Ia menambahkan selama ini seluruh siswa yang bersekolah di SMPN 3 Genteng beragama Islam, dan NWA adalah siswa yang beragama non Islam yang pertama kali diterima di SMP 3 Genteng.
"Tidak ada siswa non Islam di sini. Kelas dua dan kelas tiga semuanya beragama Islam. Baru NWA yang beragama non Islam dan kami fasilitasi sama," katanya.
Baca juga: Massa di Kediri Suarakan Anti-Diskriminasi dan Radikalisme

Kompas TV Warisan Toleransi dan Keberagaman dari Banyuwangi
Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:
PenulisKontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati
EditorErlangga Djumena