Selasa, 29 Desember 2020

NATAL DI TIMUR TENGAH

Sumber postingan Dr. Frans TB, PhD


https://web.whatsapp.com/

 Dari fb sumanto al qurtuby




Perayaan Natal di Timur Tengah


Oleh Sumanto Al Qurtuby 

Direktur Nusantara Institute, dosen King Fahd University, dan senior scholar Middle East Institute 


Dari Jazirah Arabia, saya mengucapkan selamat merayakan Natal dengan penuh suka-cita kepada teman-teman Kristen dimanapun Anda berada. Tentu saja bagi yang merayakan 25 Desember ini. Bagi yang merayakan di bulan Januari nanti, ucapan Natal nanti menyusul. Semoga spirit cinta-kasih Yesus Kristus mewabah kemana-mana di dunia yang penuh sesak dengan kebencian dan permusuhan ini.   


Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, pemandangan tahun ini cukup beda di Arab Saudi. Pohon Natal dan pernak-pernik Natal kini dipajang di mall-mall di berbagai kawasan di Arab Saudi seperti foto di bawah ini (courtesy: AFP). Tahun-tahun sebelumnya, masyarakat Kristen merayakan Natal secara terbatas dan nyaris susah menjumpai pernak-pernik Natal di mall dan ruang publik lain.   


*


Bagi sebagian umat Islam di Indonesia, mungkin menganggap tidak ada Natalan di Timur Tengah. Anggapan itu keliru. Seperti umat Kristen di kawasan lain, umat Kristen di Timur Tengah juga merayakan Natal. Agama Kristen kan asalnya dari Timur Tengah, bukan dari Eropa, Amerika, Medan, Manado, Flores, Ambon, atau Papua. Yesus sendiri lahir di Bethlehem (“bait al-lahm”), Palestina. Jadi ya wajar kalau Natal juga dirayakan dengan meriah disini, apalagi di Palestina. Selain Bethlehem, Nazareth, dan Yerusalem juga ramai setiap Natal. Hanya saja tahun ini lain karena pademi Covid. 


Ucapan populer Natal di kawasan Arab Timur Tengah adalah "Id al-Milad" yang kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi "Holiday of the Birth". Kata "Al-Milad" disitu menunjukkan khusus kelahiran Yesus. Kalau kelahiran orang lain, mereka menyebutnya "Id Milad" tanpa "al" atau "the" dalam Bahasa Inggris.


Dewasa ini diperkirakan ada lebih dari 20 juta populasi umat Kristen lokal ("pribumi") di Timur Tengah dan Afrika Utara yang tersebar di berbagai negara. Populasi ini belum termasuk umat Kristen migran yang seabrek jumlahnya tersebar di berbagai kawasan, khususnya Arab Teluk (Saudi, Oman, Bahrain, UEA, Kuwait dan Qatar).


Perayaan Natal di Timur Tengah khususnya sangat terasa di negara-negara yang populasi umat Kristen lokalnya cukup besar seperti Palestina, Libanon, Yordania, Suriah, Irak atau Mesir. Bahkan di sejumlah negara (seperti Yordania, Libanon, dan Irak), untuk menghargai umat Kristen, Natal dijadikan sebagai hari libur nasional. Khusus di Irak, penetapan hari libur Natal sejak 2008, sementara di Libanon tanggal 6 Januari juga dinyatakan sebagai hari libur Natal untuk menghormati Gereja Armenia.


Karena ada sejumlah denominasi dan kongregasi Kristen, perayaan Natal di Timur Tengah bukan hanya dirayakan pada 24/25 Desember saja tetapi juga pada tanggal 6 dan 17 Januari, tergantung pada keyakinan masing-masing atas kelahiran Sang Juru Selamat Yesus Kristus.


*


Setiap negara memiliki tradisi perayaan Natal yang khas dan unik. Di Palestina misalnya, pusat perayaan Natal terkonsentrasi di kota suci Bethlehem. Disini, ritual Natal digelar selama 3 kali dengan 3 bahasa dan di 3 waktu yang berbeda. Umat Kristen Protestan dan Katolik pada 24 Desember, umat Gereja Ortodoks Yunani pada 6 Januari, sedangkan umat Gereja Armenia pada 17 Januari. Pusat ritual Natal bukan di Church of the Nativity tetapi di Church of St Catherine of Alexandria.


Momen Natalan yang meriah ini juga dimanfaatkan oleh warga non-Kristen, termasuk ribuan umat Islam, untuk menikmati liburan dan turisme. Ahmad Najib misalnya, seperti ditulis Arab News, mengatakan, “The atmosphere of Xmas is beautiful, and in Bethlehem it is the most beautiful, especially on Xmas Eve. I am here with my family to enjoy taking pictures, and share with Christians their holidays just as they share ours.”


Biasanya dalam setiap Natal, para tokoh agama Kristen (Katolik maupun Protestan) memiliki tradisi “mencium kening orang tua” dari agama apapun sebagai simbol kasih-sayang antar sesama umat manusia. 


Bukan hanya di Palestina saja, di Irak, perayaan Natal juga berlangsung sangat khidmat. Mereka biasanya memulai perayaan Natal dengan pembacaan "Manaqib Yesus" atau cerita sejarah tentang Yesus yang dibacakan oleh anak-anak. Setelah selesai pembacaan kisah Yesus, mereka kemudian membakar api unggun dari dahan, ranting dan duri-duri kering. Menurut kepercayaan umat Kristen Irak, kalau semua dahan api unggun tersebut menjadi abu, maka itu pertanda kebaikan dan keberuntungan akan datang di kemudian hari.


Di Mesir, Natal dirayakan pada 7 Januari, sesuai dengan kalender umat Kristen Koptik. Tradisi Natal umat Koptik di Mesir seperti tradisi Lebaran di Indonesia. Setelah menunaikan ibadah Natal, masing-masing keluarga Kristen menyantap "makanan tradisional Natal" bernama “fata” (campuran roti, daging, nasi) atau kalau di Indonesia semacam opor kupat / lontong lah kira-kira. Mereka kemudian mengunjungi tetangga, sanak-saudara dan menawarkan “fata” untuk disantap bersama.


Tradisi Natal di Suriah lain lagi. Anak-anak harus sabar menanti kedatangan onta muda yang akan membawa tiga orang bijak yang akan mengunjungi tempat Yesus dilahirkan. Tiga orang bijak itu, dalam perjalanan ke Bethlehem, akan membagi-bagikan hadiah kepada anak-anak (seperti Sinterklas).


Perayaan Natal paling meriah di Libanon. Maklum, populasi umat Kristen sangat besar disini. Bukan hanya Kristen Maronite saja tetapi juga dari gereja-gereja lain. Seperti di Barat, rumah-rumah, gedung-gedung, kantor dan mall penuh dengan dekorasi pohon Natal dan pernik-pernik lain guna menyambut kelahiran Yesus Kristus. Bahkan bukan hanya umat Kristen saja yang merayakan, kaum Muslim juga ikut-ikutan bersuka-cita menyambut dan memeriahkan Natal. 


Demikian laporan singkat dari Timur Tengah. Semoga bermanfaat. Akhrul kalam, ijinkan saya mengutip kalimat asoy dari Kang Eddie Murphy: "Happy Christmas & Merry Holiday".πŸ€“

Sabtu, 10 Oktober 2020

"MAU BELI TUHAN"

 "MAU BELI TUHAN"😲


Ada Seorang Anak KecilπŸ‘¦ Membawa Uang 1 Dollar Keluar Masuk Toko.πŸͺ 


Bolak-balik Bertanya Kepada Pemilik Toko :         

"Jual TUHAN Tidak....?"


Semua Pemilik Toko Mengusirnya,

Mereka Menganggap Anak ini Hanya Pembuat Keonaran/Masalah Saja.


Menjelang Malam Dia Memasuki Toko yang ke 29, Toko Terakhir yang Dia Masuki.


Seorang TuaπŸ‘¨‍🦳 Berumur Sekitar 60-an Tahun, Menerima Dia dengan Ramah, dan Menanyakan Kepada Anak itu : 

πŸ‘¨‍🦳: "Nak Namamu Siapa....?" 

Kamu Mau Membeli TUHAN Buat Apa....? 

Coba Kamu Ceritakan ...!"


Anak itu Menjawab :

πŸ‘¦: "Nama Saya Bondi. 

Sejak Kecil Kedua Orang TuaπŸ‘¨‍πŸ‘©‍πŸ‘¦ Saya Sudah Meninggal, PamanπŸ‘±‍♂️ Saya lah yang Merawat Saya Selama ini."


"Paman Kerja di Proyek,... Beberapa Hari yang Lalu Dia Jatuh Dari Lantai 3. 

Sekarang Koma di Rumah Sakit." 


Menurut Dokter Beliau itu Sudah Tidak Punya Harapan Lagi,....     

HANYA TUHAN YANG BISA MENOLONGNYA...!"


Dengan Terisak- isakπŸ˜“ si Anak ini Melanjutkan Kisahnya...


πŸ‘¦: "TUHAN Itu Pasti OBAT AJAIB,!    

Maka itu Saya "MAU BELI TUHAN"     

Untuk Menolong Paman Saya."


Mendengar Cerita si Bondi Air Mata Orang Tua itu Berlinang.😰 


Dia Berkata Kepada Bondi πŸ‘¨‍🦳: "Nak, di Sini Ada TUHAN dan Kebetulan Harganya 1 Dollar,....      

Tepat Seperti Uang yang Kamu Punya." 


Dari Lemarinya Dikeluarkannya Sebotol Minuman yang Ada Tulisan 

"KASIH TUHAN."

Katanya : 

πŸ‘¨‍🦳: "Ambilah Ini Nak.!" 

Pamanmu Pasti Akan Sembuh Setelah Meminum Ini."


Setelah Mengucapkan Terima Kasih, dengan Membawa Minuman Itu si Bondi Berlari ke Rumah Sakit. 


Sesampai di Rumah Sakit Bondi Berteriak-teriak : 

πŸ‘¦: "Paman....! Paman....!  Aku Berhasil Membeli TUHAN.!" 


"Setelah Minum TUHAN, Paman Pasti Sembuh ...!"


Beberapa Hari Kemudian Ada Satu Team Dokter Rumah Sakit Terkenal Datang ke Rumah Sakit itu dengan Peralatan yang Canggih Merawat Paman Bondi. 


Selang Beberapa Minggu Kemudian, Sembuhlah si Pamannya Bondi.


Ketika Akan Meninggalkan Rumah Sakit, Begitu Melihat Tagihan Perawatannya,....               

Paman Bondi Hampir Pingsan Ketika Membaca Biayanya yang Sangat Besar. 


Namun Pihak Rumah Sakit Cepat-cepat Berkata Kepada Paman Bondi,       

πŸ‘¨‍⚕️: "Bapak Tidak Usah Kuatir,....! 

Semua Sudah Dibayar Oleh Seorang Tua." 


"Beliau itu Dulu Boss Sebuah Perusahaan Besar." 


"Setelah Pensiun Dia Membeli Satu Toko di Daerah Sini."


"Usaha Kecil-kecilan Untuk Kesibukan Saja."


"Beliaulah yang Memanggil Team Dokter dan Membiayai Semuanya."


Mendengar Penuturan Pihak Rumah Sakit, Paman dan Bondi Buru-buru Pergi ke Toko Orang Tua itu. 


Menurut Orang di Sekitar Sana, Tokonya Baru Saja Dijual dan Beliau Sedang Jalan-jalan Keluar Negeri.


Beberapa Bulan Kemudian, Paman Bondi Mendapat Surat dari Orang Tua yang Baik Hati itu. 


Di Suratnya Tertulis : 

"Hai,! Anda Sangat Beruntung Punya Keponakan si Bondi. 


"Dengan 1 Dollar Bondi Pergi ke Mana-mana         

"MAU MEMBELI TUHAN"     

Untuk Menolong Anda."


"Dialah yang Menyambung Nyawa Anda." 


"Tetapi Anda Harus Ingat,!;

TUHAN Sesungguhnya Ada di         

"HATI ORANG YANG MEMILIKI KASIH.!"


"Sekalipun Aku Mempunyai KARUNIA Untuk BERNUBUAT dan Aku MENGETAHUI Segala Rahasia dan MEMILIKI SELURUH PENGETAHUAN;                 

dan Sekalipun Aku MEMILIKI IMAN YANG SEMPURNA Untuk Memindahkan Gunung, Tetapi Jika Aku   

TIDAK MEMPUNYAI KASIH, Aku Sama Sekali Tidak Berguna." 


"Kasih Tidak Berkesudahan;                

Nubuat Akan Berakhir; 

BAHASA ROH AKAN BERHENTI; PENGETAHUAN AKAN LENYAP."

Amin!πŸ™πŸΌ


Bagikan Cerita ini ke Semua Orang-orang yang Kamu KASIHI, Agar KASIH itu Menyentuh Hati Setiap Orang yang Belum Memiliki.

"KASIH" di Dalam Hidupnya...!" 


Jadilah Orang yang Penuh KASIH 

dengan Selalu Berbagi Kepada yang  Membutuhkan...


πŸ™GOD Bless youπŸ™

Rabu, 23 September 2020

TOLERANSI ISLAM -NASRANI DI DAMASKUS

 



TOLERANSI ISLAM -NASRANI  DI DAMASKUS





🀝 Orang yg jangkung & buta ini bernama Muhammad, seorang Muslim dan yg pendek & lumpuh bernama Samir, seorang Nasrani.

Foto di atas ini diambil di Damaskus thn 1889.

🀝 Mereka sejak kecil yatim piatu. Muhammad menggunakan mata Samir utk melihat & Samir gunakan kaki Muhammad utk berjalan. Keduanya bekerja di sebuah warung kopi, dan mereka saling support dlm kehidupan sehari-hari.

🀝 Mereka dikaruniai umur yg panjang. Sejak kecil hingga tua, mereka hidup serumah, saling menopang satu sama lain. Mereka sahabat sehidup semati.

🀝 Samir meninggal lebih dulu dan seminggu kemudian Muhammad juga meninggal karena kesedihan yg mendalam. Keduanya punya keyakinan berbeda, tapi jiwa mereka sama.

🀝 Persahabatan klasik ini tidak perlu dikisahkan panjang lebar dan kita bisa mengambil hikmah yg sangat berharga dari keduanya.

🀝 Bahwa beda keyakinan bukan kendala utk saling menyayangi, mengasihi & saling menghormati satu sama lain

🀝 "Dia yg bukan saudaramu dalam iman adalah saudaramu dalam kemanusiaan." 


(Sayyidina Ali)

Rabu, 16 September 2020

Jakob Oetama in Memoriam

 HATI YANG SELALU GELISAH

(Jakob Oetama in Memoriam)

Oleh : Sindhunata

(Kompas, Rabu 16 September 2020)


Kepergian Jakob Oetama telah meninggalkan pelbagai kesan, pujian, dan kenangan. Di samping segala ingatan itu, kiranya masih tersisa kisah indah yang terlupakan, yakni kisah tentang seorang Jakob Oetama sebagai seorang beriman.

Pada diri Pak Jakob Oetama, iman bukanlah iman yang mapan, tapi iman yang gelisah dan diuji di tengah segala kerapuhan manusianya. Dari pergulatan imannya, kita bisa melihat kisah nyata tentang kerahiman Allah. Dan berdasarkan kerahiman Allah yang maha-pengampun itu Pak Jakob mengalami dan menemukan dasar-dasar perjuangan dan pertanggungjawaban humanisme transendentalnya. 

Pengenalan akan pribadi seorang Jakob Oetama kuranglah lengkap apabila tak disertai kisah terang iman yang dimilikinya. Pada putranya, Irwan Oetama, Pak Jakob pernah bercerita kurang lebih demikian. Kompas itu ladang Tuhan. Ladang itu bukan milik saya. Saya hanya bekerja sebagai pekerja Tuhan. Maka hasil kerja saya harus dibagikan sebanyak mungkin bagi mereka yang bekerja bersama saya. Baru kalau ada sisanya, itu boleh saya nikmati. Keyakinan imannya itu bukan sekadar omongan. Terbukti, kerja keras di ladang Tuhan itu berwujud menjadi kesejahteraan bagi mereka yang bekerja di kelompok KG (Kompas-Gramedia), yang didirikannya bersama Petrus Kanisius Ojong.

Dengan KG yang maju dan besar, Pak Jakob tentu menjadi kaya. Namun, dalam kekayaannya, ia tetap tinggal menjadi pribadi yang sederhana. Memang seperti pernah dikatakan mantan wartawan Kompas, Thomas Pudjo, kekayaan bukanlah target hidup Pak Jakob: kekayaan itu buah yang mengalir begitu saja dari kesederhanaannya. Fakta kekayaan yang menjadi berkah buat sesamanya itu rasanya adalah wujud nyata dari kebenaran Sabda yang diimaninya: Carilah terlebih dahulu Kerajaan Allah, maka semua akan ditambahkan padamu.


Ziarah seorang wartawan


Pak Jakob kaya, namun dari perilaku dan penampilannya yang amat sederhana terasa bahwa ia tak pernah bisa menikmati kekayaannya. Malah sejauh saya mengenalnya, hatinya selalu gelisah.

Dalam lubuk hatinya yang terdalam rasanya Pak Jakob mengalami jeritan Santo Agustinus ini: Inquietum est cor nostrum donec requiescat in te (Gelisahlah hatiku selalu, sampai aku beristirahat di dalam Diri-Mu). Pak Jakob memang selalu gelisah. Gelisah bukan dalam arti gundah. Ia gelisah karena imannya mengajak dia untuk tak pernah merasa mapan dalam hidupnya. Ia belum berhenti gelisah sejauh Kompas belum benar-benar menjadi koran yang andal, koran yang bisa ikut membangun dan mencerdaskan bangsa. Ia gelisah sejauh karyawan-karyawannya belum sejahtera seperti yang diinginkannya.

Namun, kegelisahannya bukan hanya menyangkut tugas, karya, dan prestasinya, tapi juga menyangkut hidup pribadi dan hatinya. Kegelisahan itu menyakitkannya, karena di sinilah, seperti dialami oleh Agustinus, orang suci yang dulunya pendosa itu, Pak Jakob merasa didera oleh kerapuhan manusiawinya.

Mengapa prestasi yang gilang-gemilang itu mesti terjadi dalam kerapuhan? Mengapa orang besar harus didera kerapuhan? Atau apakah justru karena dia adalah orang besar, maka dia harus menderita kerapuhan? Kata Agustinus: kegembiraan-kegembiraanku layak disambut bukan dengan tawa, tetapi dengan tangis. Dan hanya Pak Jakob yang tahu, betapa ia menangis dalam hatinya, di tengah segala sorak-sorai yang memuji segala prestasinya. Kerapuhan itu ternyata menuntutnya untuk tetap menjadi rendah hati, tahu diri, berbela rasa terhadap kelemahan sesama, justru di tengah ia meraih prestasi yang luar biasa megahnya. Dalam kerapuhan itu tersimpan mutiara humanismenya.

Kegelisahan batinnya terus terjadi. Baru ketika ia untuk selamanya pergi. Ia boleh mengalami kerinduan akhir jiwanya : requiescat in te: beristirahat seluruhnya dalam Tuhan. Karena hati yang selalu gelisah, Pak Jakob menjalani hidup ini sebagai perjalanan ziarah. Dan ziarah Pak Jakob bukanlah perjalanan menuju tempat-tempat ziarah yang suci dan mulia. Bukan, Pak Jakob melakukan ziarah itu sebagai seorang wartawan, yang harus siap berada di tengah dunia yang penuh dengan jalan berbelok-belok, jalan yang tak pernah selalu lurus dan mulus. Jalan kegelapan, yang kadang-kadang tak tahu lagi di mana sesungguhnya Tuhan.

Ketika bekerja di Kompas, saya sendiri mengalami betapa berat perjalanan itu. Tak mudahlah dalam perjalanan itu orang berteguh untuk mempertahankan kemurnian hidupnya. Di sinilah saya bersama Pak Jakob, Pak Swantoro, dan teman-teman wartawan lainnya, kami semua mengalami kejatuhan, kerapuhan, kegagalan, dan kesalahan. Sampai di kemudian hari, ketika saya boleh merayakan perayaan ibadat syukur pertama saya di kantor redaksi yang penuh tumpukan koran, saya mengatakan: Kompas telah memberikan banyak hal pada saya untuk menjadi penulis dan wartawan, tapi di atas semuanya itu bagi saya Kompas adalah sekolah dosa.

Pak Jakob amat suka dengan istilah sekolah dosa itu, karena istilah itu juga merumuskan pengalaman hidupnya. Memang baginya, sekolah dosa bukanlah sekadar tempat berdosa, tapi juga tempat di mana sebagai manusia yang wartawan, kami sama-sama mengalami betapa besar rahmat, kasih, kerahiman, dan pengampunan Allah, sehingga kami boleh benar-benar bisa merasakan kebenaran kata-kata Santo Paulus: ubi autem abundavit peccatum, superabundavit gratia, di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah. Ya, bersama Pak Jakob, di Kompas kami mengalami apa yang diyakini Paus Fransiskus: bahkan jika dosa seseorang itu segelap malam, kerahiman dan pengampunan Allah selalu lebih kuat daripada beban kepedihan kesalahan kami.

Karena pengalaman kejatuhan, kegagalan, dan dosadi sekolah dosa ini, Pak Jakob bersama kami semua dimatangkan untuk tidak menjadi munafik. Sehingga kami boleh merasakan kata-kata Yesus ini dengan benar-benar eksistensial: ”Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang melemparkan batu pertama kepada perempuan itu”. Kami hanya diam, dan merasa, bahwa kami pun berdosa seperti perempuan yang diseret dan dihakimi kaum Farisi, para ahli taurat yang munafik itu, karena ia kedapatan berzina.

Perasaan untuk tidak boleh berbangga terhadap kehebatan karena memang manusia diliputi oleh kesalahan, inilah dasar jurnalisme Jakob Oetama yang tidak mau menghakimi atau mengadili. Jurnalismenya yang tak mau menampar atau menegur dengan keras. Jurnalisme itu dijalankan dengan moderasi, prinsip yang percaya, bahkan kebenaran pun harus disampaikan dengan halus dan lembut, bukan dengan menista keras, seakan hanya diri kami yang benar.

Prinsip moderasi ini harus memperjuangkan keadilan. Namun, prinsip itu tetap berpegang, ketulusan untuk mau memaafkan adalah nilai yang tak kalah berharga dengan keadilan. Jurnalisme Jakob memang bukan jurnalisme permusuhan. Karena prinsip moderasinya itu, Pak Jakob memiliki banyak kawan.


Fragmen-fragmen kegagalan


Pak Jakob tak pernah berbangga dengan segala kesuksesannya, karena merasakan kerapuhan dan kejatuhan yang dialaminya sebagai manusia. Ia terluka, dan tak tahu mengapa luka itu harus terjadi. Namun, dengan demikian, seperti kata Agustinus, iamengalami perihnya sensum vulneris, hati yang terluka di lubuk yang terdalam. Dan Tuhan sendiri yang menusukkan luka itu di hatinya.

Maka tidak ada yang dapat menyembuhkan luka itu kecuali Tuhan sendiri. Hati yang sengaja ditusuk-Nya hingga berluka itu mau tak mau membawanya pada Tuhan untuk diobati dan diampuni-Nya. Juga seandainya manusia tak isa menerima luka itu, Tuhan selalu akan menerima dan mengobatinya, karena memang Dia sendirilah yang membuat luka itu, dan karena itu Dialah satu-satunya yang bisa menyembuhkan luka itu.

Kerahiman dan pengampunan Allah ini misteri di balik paham humanism transendental Jakob Oetama. Humanisme Jakob Oetama tak mungkin dipahami tanpa kerahiman dan pengampunan Allah yang menyertainya. Itulah alasan mengapa Jakob Oetama menghendaki agar jurnalismenya menghibur yang papa sambil menegur yang kaya. Di mata PakJakob, yang papa maupun yang kaya adalah kaum yang sama-sama mengharapkan belas kasih Allah yang nyata, karena itu keduanya harus disapa dan dipedulikan bersama-sama pula.

Jalan ziarah humanisme transcendental yang begitu panjang, dengan kejatuhan dan kegagalannya pula, Pak Jakob menghayati benar kebenaran iman seperti dikatakan Catherine LaCugna ini:

”Tuhan yang tidak membutuhkan dan tidak memperhatikan ciptaan, atau yang kebal terhadap penderitaan kita, Tuhan macam itu tidaklah ada… Tuhan yang membukukan dengan keras dan teliti segala dosa dan kejatuhan kita, semacam polisi keabadian, Tuhan macam itu tidaklah ada. Tuhan-tuhan seperti itu adalah palsu… Apa yang kita imani tentang Tuhan haruslah klop dengan apa yang diwahyukan Tuhan lewat Kitab Suci, yakni Tuhan yang menjaga para janda dan mereka yang miskin, Tuhan yang menjatuhkan hujan bagi mereka yang baik maupun yang jahat, Tuhan yang menerima mereka yang asing dan memeluk musuh-musuhnya.”

Tuhan yang demikian ini tak menuntut kita hadir di hadapan-Nya dengan utuh tanpa salah dan dosa. Justru di hadapan-Nya, kita boleh hadir dengan diri kita yang terpecah-pecah dalam fragmen-fragmen kegagalan, ketidakberhasilan,kekurangan, kesalahan, bahkan dosa-dosa kita. Pak Jakob jelas telah berhasilmembangun suatu bangunan KGyang utuh dan megah. Namun, kiranya ditengah keberhasilan itu, Pak Jakob dengan rendah hati selalu menerima, bahwa hidupnya tersusun dari fragmen-fragmen kerapuhan dan kelemahan manusia. Kalau ke gereja, sering Pak Jakob duduk di belakang, merasa tak pantas di hadapan Tuhan. Ia bukan seperti seorang Farisi, ahli taurat yang membanggakan prestasi kesuciannya di hadapan Allah, tapi ia bersikap seperti seorang pemungut bea yang merasa diri tak pantas, karenanya ia hanya bisa berdoa, ”Ya Allah, kasihanilah aku orang yang berdosa.”

Pak Jakob telah pergi. Dan kepergiannya inilah saat, di mana Tuhan sendiri yang menyusun fragmen-fragmen kehidupan Pak Jakob menjadi keutuhan yang takkan tergoyahkan lagi. Inilah saat Tuhan merangkul dan memeluk Pak Jakob, justru karena selama ini Tuhan telah menusuk hati Pak Jakob sampai luka, yang hanya Dia sendiri bisa menyembuhkannya.


Air mata syukur tiada akhir


Pak Jakob selalu meneteskan air mata ketika menceritakan tentang kesuksesan karyawan KG dan anak-anaknya yang telah menjadi sarjana, dokter, insinyur, dan sebagainya. Air matanya adalah air mata syukur yang tiada akhir. Mungkin karena ia merasa, dirinya adalah orangvyang sama sekali tak pantas dan takvberguna, tapi mengapa Allah justru telah memilihnya untuk bisa menjadi orang besar, pribadi yang berguna bagi karyawan, sesama, bahkan negara dan bangsanya.

Ia tak pernah habis mengerti, mengapa ia dikehendaki untuk bekerja di ladang-Nya sebagai seorang wartawan, yang bisa membangun Harian Kompas, di mana ia boleh mewartakan dan mewujudkan karya keselamatan Tuhan secara nyata. Pak Jakob, dengan sabar dan telaten, telah menyirami ladang Kompas ini dengan air kerukunan dan kesatuan. Dan ia selalu menyebut KG ini Indonesia Mini.

Di tengah segala ancaman ambisi fragmentasi sosial dan pengotak-ngotakan masyarakat yang saling mengecualikan, ia selalu ingin menjadikan KG sebagai pulau kecil kesatuan, yang digerakkan dan dijiwai oleh satu roh yang selalu mempersatukan.

Pada KG, Pak Jakob ingin mewujudkan teologi yang pernah didengarnya, teologi Santo Bonaventura tentang coincidentia oppositorum, yang maksudnya kurang lebih menjadi: ”Justru karena koeksidensi dari pihak-pihak yang berlawananlah, maka kelompok KG bisa menjadi basis bagi kesatuan yang sejati.” Ia ingin KG benar-benar menjadi tempat teladan bagi tumbuh suburnya kebenaran ajaran cinta kasih ini, yakni ”atau kita diselamatkan bersama-sama, atau kita tidak diselamatkan sama sekali”.

Jakob Oetama telah mewariskan pelbagai mutiara kemanusiaan, kebenaran, dan praktik iman yang amat berharga bagi siapa saja. Mutiara ini diperoleh dan diasah dalam perjalanan ziarah yang senantiasa gelisah. Kegelisahannya telah berakhir. Sekarang ia boleh merasa tenang dan tenteram dalam pelukan dan cinta Tuhan, yang selalu mengampuni dan merahimi segala kerapuhan, kelemahan, dan kejatuhannya. Inilah saat, di mana PakJakob boleh menyanyikan doa malam ini dengan bahagia: In manus tuas, Domine, commendo spiritum meum, ke dalam tangan-Mu ya Tuhan, kuserahkan hidupku.

Minggu, 05 Juli 2020

KESAKSIAN DUSTA MUALAF DIBONGKAR SYEKHAH LULUSAN VATIKAN

KESAKSIAN DUSTA MUALAF DIBONGKAR  SYEKHAH LULUSAN VATIKAN 

Syekhah Hefzibah.

Sumber: WAG AMIGOS HIMO TION 93
 https://web.whatsapp.com/

SYEKHAH LULUSAN VATIKAN 

Jika ada syekhah lulusan Vatikan di Indonesia, saya bisa pastikan bahwa syekhah yang pertama adalah Raden Ajeng Gayatri Wedotami yang pada 23 April 2020 memperoleh nama Syekhah Hefzibah dari para mursyidnya.  

Ya, orang itu adalah saya sendiri. 

Saya berangkat pada akhir bulan Agustus 2011 tidak lama setelah saya menyelesaikan semua kuliah saya dalam program pascasarjana Filsafat Islam ICAS (Islamic College for Advance Studies) – Universitas Paramadina, dan saya sedang menyiapkan proposal tesis saya. Pada waktu itu, Anies Baswedan masih menjabat sebagai rektor. 

Saya tidak mengajukan beasiswa atau permohonan apapun untuk kuliah di Roma. Saya memperoleh tawaran beasiswa dari Yayasan Nostra Aetate atas rekomendasi Sr. Gerardette Phillips, suster Katholik asal India dari Kongregasi Bunda Hati Kudus dan alumni generasi pertama ICAS. 

Yayasan Nostra Aetate (YNA) berada di bawah Tahta Suci Vatikan (TSV), di bawah semacam Departemen Urusan Hubungan Antar Agama (PCID). Jadi, saya pergi ke Roma melalui jalur religius, sama seperti para biarawan dan biarawati yang bersekolah dan atau bermisi ke Italia. 

Sebelum berangkat, saya telah memutuskan untuk menjadi darwis Daudiyah, setelah saya menjadi muhib dan ashik dalam tarekat yang pada waktu itu diasuh oleh Syekhul Akbar Ali Haidar. 

Dalam program beasiswa YNA tersebut, saya boleh mengambil sejumlah studi di dua universitas kepausan (UK), yaitu universitas di bawah asuhan kementerian pendidikan TSV. Saya kemudian mengambil studi Alkitab dan Trinitas di fakultas teologi, di UK.St Thomas Aquinas (Angelicum), kampus yang dikelola kongregasi Dominikan – yang dikenal konservatif dan tradisional. Selain itu, saya juga mengambil studi Kristologi dalam Globalisasi dan studi privat dengan dekan saat itu di fakultas misiologi di UK Gregoriana, kampus yang dikelola kongregasi Yesuit – yang dikenal liberal dan progresif.

Dua kampus itu hanya berbeda jarak beberapa kilometer saja. Saya pernah kuliah dalam sehari di dua kampus tersebut hanya berbeda waktu sekitar 20 menit saja, sehingga saya harus berjalan cepat seperti orang Eropa untuk tiba tepat waktu di kelas. Maklum saja, sebagai orang Jawa keturunan putri Solo, saya biasa berjalan “klemak klemek seperti macan lapar” (begitu kata lagu Putri Solo).

Di samping itu, yang terpenting saya juga hidup di asrama The Lay Centre. Ini asrama untuk mahasiswa awam yang kuliah di UK. Ada tujuh UK di Roma. Mahasiswa awam berarti mahasiswa yang bukan dari seminari (pastor, calon pastor, bruder, dst), suster Katholik, kongregasi, atau semacam itu.

Asrama TLC ini terletak di dalam kompleks biara kongregasi Passionisti, tepatnya di lantai pertama, dan ketiga. Kompleks ini ada tepat di atas bukit Claudia, di samping Kolosseum, jadi jendela kamar saya menghadap sebagian Kolosseum. Setiap harus ke kampus, dan kembali, saya pasti harus melalui Kolosseum, kecuali jika naik bus: pulangnya saya akan lewati gereja purba dari abad ke-3 atau 4 M, Gereja St. Klemen favorit saya. Tepat di depan warung makanan halal dua pria Mesir sahabat saya asal Mesir, Saba Ali.

Pada waktu itu, kawan-kawan seasrama saya antara lain adalah:
- calon imam dari Bosnia, bermazhab Hanafi, yang kuliah studi Kekristenan di Gregoriana,
- arkeolog Yahudi agnostik asal Israel,
- Muslimah asal Mesir sesama penerima beasiswa YNA, Saba Ali, dia tidak berjilbab serta fasih berbahasa Italia,
- doktor-doktor Katholik dari berbagai negara Eropa, AS dan Amerika Latin yang kuliah lagi untuk paroki mereka,
- mahasiswa Ortodoks dari berbagai gereja Ortodoks, di antaranya  mahasiswa Ortodoks Serbia dan Georgia yang belajar Islamologi, dan seorang teman asal AS yang merupakan jemaat gereja Ortodoks Oriental (Gereja Malankara) yang kakek dan neneknya lahir di Hindia Belanda.

Di asrama ini kami punya kegiatan rutin yang harus diikuti semua penghuni asramanya yaitu makan malam bersama, dengan doa bersama bergantian dipimpin oleh salah satu dari kami, dan diskusi seminggu sekali setiap Rabu Malam setelah misa bersama (misa tidak wajib diikuti). Praktisnya, kami belajar hidup berdialog mengenai iman dan budaya kami masing-masing.
 
Diskusi Rabu malam itu biasanya menghadirkan pastor, pendeta, rabbi, dan pemimpin dari komunitas Islam setempat sebagai narsum. 

Selain itu, asrama kami saat ultah ke-25 menyelenggarakan berbagai kegiatan internasional mengundang tokoh-tokoh keagamaan dari Eropa dan AS, termasuk dari Israel dan Palestina, dari bekas Yugoslavia, dsb. Puncaknya, adalah suatu perayaan di dalam katedral St John of the Cross, dimana kami memberikan doa dalam bahasa masing-masing. Saya membawakan doa untuk semua orang beriman dalam bahasa Indonesia, dan membuat para suster Katholik asal Indonesia yang hadir tidak menyangka dan menangis terharu.

Saya adalah mahasiswa ketiga dari Indonesia yang dikirim YNA. Mahasiswa pertama adalah Syekh Yusuf Daud, juga mahasiswa ICAS sebelum saya, yang kedua adalah Aan Rukmana (ketika berangkat kabarnya dia sedang memiliki hubungan dekat dengan penyanyi terkenal Sulis, tetapi kemudian mereka tidak berjodoh). Saya adalah mahasiswi Muslim pertama yang pergi, dan mahasiswa yang kedua tinggal di The Lay Centre setelah Aan Rukmana. 

Saya datang tepat pada Oktober 2011 dilaksanakan World Peace Prayer Day di Assisi, dengan ribuan perwakilan pemimpin agama-agama dari berbagai negara datang berkumpul untuk berdoa bersama demi perdamaian dunia (menjelang pecah perang Suriah!)

Saya dan Syekh Yusuf Daud juga sama-sama aktif di Focolare. Itu sebabnya saya juga ke kota Loppiano, kotanya Focalare. Dalam Buyruk Alfurqan vol.4, Syekh Ali Haidar memuji Chiara Lubich pendiri Focolare untuk syarahan mengenai Injil Yohanes 17:21. Yaitu, mengenai tauhid sebagai satu kemanusiaan. Saya sudah mengunjungi pula makam Chiara Lubich di pinggir Roma. 

Selain itu, kedekatan saya dengan kongregasi Xaverian, terutama Rm. Matteo Rebecchi membuat saya bisa ke beberapa kota di Italia termasuk memperkenalkan Islam Indonesia di paroki asalnya di Pizzigetthone. Saya juga dekat dengan kongregasi Scalabriani yang bergerak di bidang kelompok migran dan dunia maritim, karena banyak seminariannya berasal dari NTT, Indonesia.

Salah satu pejabat TSV dari Indonesia yang saya kenal baik adalah Rm Markus SVD. Di samping itu, saya beberapa kali berpapasan dengan Kardinal  Jean-Louis Pierre Tauran yang memimpin departemen PCID saat itu. Kardinal Tauran orang yang sangat ramah. Saya berpapasan di lift atau di koridor setiap mau mengambil uang beasiswa (duh, itu penting banget ya!).  Pada 2014 dia diangkat sebagai Camerlengo oleh Paus Fransiskus sampai wafatnya pada Juli 2018.

Jadi, selama di Roma saya juga mengunjungi semua kampus UK (kecuali Salesian), karena teman-teman seasrama saya bukan hanya dari Gregoriana dan Angelicum. Kafe di kampus Laterano menurut saya menyajikan kopi paling enak dan paling menarik, dengan barista paling ramah. Saya juga senang mengunjungi teman-teman WNI lain dan beranjangsana ke kongregasi-kongregasi dari teman-teman sekelas saya. 

Saya memerlukan semua pengalaman itu karena: Pertama, sebagai darwis; Kedua, sebagai sastrawan. 

Ini salah satu sebabnya, tidak lama kemudian setelah saya kembali ke Indonesia, saya diangkat sebagai mursyid dalam tarekat saya pada 2015. Saya dianggap cukup memiliki pengalaman dan pelatihan untuk meningkatkan diri saya lebih jauh lagi.

Sebulan menjelang saya pulang ke Indonesia, kami di The Lay Centre memiliki teman seasrama yang cukup keren. Dia adalah mantan presiden Irlandia yang menjabat selama dua periode (hampir 14 tahun). Dia kuliah lagi untuk pekerjaan barunya di bidang hukum perkawinan, karena dia menjadi aktivis di bidang tersebut di dunia internasional. Dia adalah Mary McAlesee. Kami biasa makan malam bareng, makan siang dan sarapan bareng juga. Saat tugas piket, dia juga ikut piket mencuci piring dan membereskan ruang makan. Begitu pun saat makan siang dan sarapan, dia akan mencuci piringnya sendiri. Ke kampus pun dia berjalan kaki dan bersama suaminya dia biasa makan di pinggir jalan juga. Ini foto saya dengannya. 

Nah, buat saudara saudari Muslim, hanya ada tujuh UK saat ini dan saya lampirkan di bawah ini daftar UK tersebut. Pendeta-pendeta Katholik Roma yang disebut pastor itu tidak menikah. Pastor Katholik Roma yang terakhir kali menikah sekitar seribu tahun lalu. Jadi, kalau mendengar cerita Ignatius Yohanes lulusan IVS itu, mana mungkin ada Kardinal Katholik Roma yang menikah dan punya anak? Ini mungkin kardinal dari Katholik berbasis Amerika karena biasanya Evangelikal itu berpusat di AS atau mungkin Katholik Dunia Fantasi. 

Memang Pastor Orthodoks (Kristen Timur) boleh memilih menikah sebelum ditahbiskan sebagai pendeta, tetapi gelar tertinggi mereka bukan Kardinal. Sementara itu, biasanya pendeta Protestan diekspektasi atau dianjurkan untuk menikah dan sedikit sekali gereja Protestan yang pendeta tertingginya bergelar Kardinal. Selain Katholik Roma, ada Anglikan, dan ada pula Katholik Non-Roma, yang juga mengklaim sebagai Katholik tetapi pusatnya antara lain di AS, Polandia dan Belanda. Selain itu ada pula gereja-gereja Ortodoks Oriental yang banyak orang Kristen sendiri tidak tahu sehingga ribut soal teks-teks Alquran yang menunjukkan keawaman mereka mengenai dunia Yudeo-Kristen Oriental di Nabatea. 

Untuk para "muallaf" yang mau kaya dengan mengibul: Pelajarilah Kekristenan dengan lebih 40.000 gerejanya terlebih dahulu sebelum Anda mengibul. Biar mengibulnya tampak keren. 

Untuk Muslim: Jangan mau dibohongi para partikelir muallaf seperti Ignatius Yohanes. Saya sudah melanglang buana masuk gereja Katholik Roma, tinggal di biaranya, dan bertemu kardinal-kadinalnya, tidak perlu mengaku-aku mantan pastor, mantan suster atau mantan Katholik. Di dunia internasional, sudah bertahun-tahun ada kerjasama antar-iman, ini malah di sini senang yang cari ribut antar-iman.

Billahifisabililhaq fastabiqul khairat,
Syekhah Hefzibah.

Tujuh Universitas Kepausan di Roma, Italia: 
• Pontifical Gregorian University 'Gregoriana' (Society of Jesus; 'Jesuits')
• Pontifical Lateran University 'Lateranum' (Diocese of Rome)
• Pontifical Salesian University 'Salesianum' (Society of St. Francis de Sales; 'Salesians of Don Bosco')
• Pontifical University of the Holy Cross 'Santa Croce' (Personal Prelature of the Holy Cross; 'Opus Dei')
• Pontifical University of St. Anthony 'Antonianum' (Order of Friars Minor; 'Franciscans')
• Pontifical University of St. Thomas Aquinas 'Angelicum' (Order of Preachers; 'Dominicans')
• Pontifical Urban University 'Urbaniana' (Congregation for the Evangelization of Peoples; 'Propaganda Fide’)

Jumat, 05 Juni 2020

CAHIR (SAHIR) LIKANG

CAHIR (SAHIR) LIKANG

PEMEKARAN KECAMATAN SATARMESE UTARA Part I


Neka lesu 
Neka babang agu langat

PEMEKARAN KECAMATAN SATARMESE UTARA part II

Video Pemekaran kecamatan starmese utara ini merupakan video yang menggambarkan peristiwa proses pemekaran kecamatan secara adat dan dilakukan sebelum Prosesi pemekan secara pemerintahan...

Kamis, 04 Juni 2020

BUDAYA ARAB MENJAJAH INDONESIA?


https://web.whatsapp.com/



Hihihihi... ini kemarahan yg sdh berkembang akut jd kemuakan dan kebencian. Sadar tidak sadar, suka tdk suka, akan nyerempet ke rasis jg 😰
_____

KAMI TUAN RUMAH, ANDA TAMU
Oleh: Sumarto Martosuwiryo.

https://web.whatsapp.com/

Pertama tama kami tegaskan bahwa kami tuan rumah di negara kami di Indonesia -  di bumi Nusantara ini -  dan Anda adalah tamunya. Tamu kami.

Kami kini kecewa karena penerimaan kami yang ramah kepada para tamu disalah-gunakan oleh Anda dan kaki tangan Anda di sini -  untuk mengubah perilaku dan cara kami berkebudayaan dan berperadaban .

Jelas kami punya cara berpakaian sendiri. Kami punya warisan budaya dan tradisi dari leluhur nenek moyang kami sendiri -  yang berwarna warni. Dan kami terus mengembangkannya sesuai zaman. Secara kreatif.

Anda telah mengatur cara kami berpenampilan dan berpakaian. Dengan membawa nama Tuhan dan perintah ayat suci hingga mengubah penampakan warga negeri kami.

Tuhan yang Anda sembah adalah tuhan yang kami muliakan juga. Tuhan yang tidak menyeragamkan. Tuhan yang menciptakan manusia yang bermacam ragam. Bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Bahkan juga ada aneka keyakinan dan agama.

Pakaian Anda seperti itu karena tinggal di lingkungan seperti itu: gurun pasir dan sahara.  Dan pakaian kami seperti ini karena kami tinggal di lingkungan seperti ini. Wilayah tropis di Khatulistiwa.

Kami bukan bangsa yang gelap mata hanya karena lihat rambut indah wanita, dengan  bahunya yang terbuka dan sedikit belahan dada. Juga kaki jenjang dan betis yang indah.

Lagipula buat apa belajar agama kalau tidak bisa menahan diri - menahan nafsu melihat dandanan wanita?

Sebenarnya fungsi agama buat apa?
Kalau sekadar menahan nafsu hewaniah saja tidak bisa?

Sudah naluri mereka -  para gadis dan wanita - untuk memamerkan kecantikannya - dan naluri kami kaum laki laki untuk melihatnya. Sama sama saling menarik perhatian dengan cara kami masing masing.
Dengan cara elegant, anggun dan artistik. Sangat manusiawi. Berperadaban dan berkebudayaan.

Kami adalah manusia seutuhnya.
Bukan keturunan nabi dan bukan anak anak dewa.

Jangan Anda memborong kesopanan dan kebaikan sesuai versi Anda.
Bangsa kami juga punya tata krama. Kesantunan. Dan yang utama adalah kami punya akal budi,  punya daya -  budidaya atau budaya.

Tuhan menurunkan kami di bumi Nusantara  untuk menjadi Indonesia bangga dengan identitas indonesia -  bukan untuk menjadi bagian dari jazirah dan negeri jajahan Anda. Setidaknya negeri jajahan budaya Anda.

SAAT INI sebagian dari masyarakat generasi muda kami sudah rusak oleh dakwah dan syi'ar Anda. Kami kehilangan keIndonesiaan kami dan menjadi semakin keArab-araban.

Kami dipisahkan dan disekat oleh perbedaan agama dari saudara-saudara kami sesama anak bangsa di Nusantara.

Kebaikan dan kepantasan disesuaikan oleh agama khususnya agama Anda. Oleh selera Arab dan Gurun Sahara. Bukan oleh budaya Nusantara dan kemajuan budidaya manusia Indonesia.

Meski sama sama sawo matang kami seperti tak menyatu dengan saudara Kristen kami - saudara Buddha kami dan Hindu kami. Bahkan kami meminggirkan keyakinan asli dari tanah kelahiran kami sendiri.

Pejabat pejabat keagamaan dan para ulama, ustadz,  dengan bangga menjadi agen Anda  dan agen budaya yang tetap asing bagi kami - yang menyelinap di belakang ajaran agama.

Generasi kami dibuat ketagihan untuk mengunjungi negeri Anda. Sebagiannya menjadikan pengunjung secara berkala seperti negeri serumpun saja.

Sebaliknya kami dibuat asing dengan negeri serumpun kami, yaitu tetangga sesama warga negeri ASEAN yang seolah saudara jauh padahal warna kulit dan postur kami sama.

Kami dibuat begitu dekat dengan Anda meski berbeda dalam banyak hal dengan Anda. Hanya agama saja kesamaannya.

Kami bukan mesin agama.
Kami punya peradaban.
Kami warga negeri yang berdaulat.

Lagipula agama bukan segalanya.
Tanpa bermaksud menunjukan sikap anti agama di era globalisasi dan komunikasi internet era 4.0 ini dengan mudah diketahui bahwa negara negara yang tidak beragama juga bisa  maju dan sejahtera. Beradab. Berbudaya tinggi. China - Russia dan Jepang contohnya.
Sedangkan negara yang fanatik agama justru porak poranda. Seperti Yaman, Libya, Somalia dan Suriah sebagai contohnya.

Hal yang memprihatinkan adalah ada kasta baru yang dibangun sistematis seolah olah warga negeri Anda -  bangsa Arab -  lebih mulia dari kami yang punya negeri ini. Asalkan berpakaian seperti negeri Anda dianggap lebih suci - lebih mulia -  menjadi bebas melanggar aturan dan kebal hukum.

Hanya dengan berpakaian dan berpenampilan seperti warga negara Anda lantas orang orang kami sendiri menyebut Anda "bukan warga sembarangan".

Pada zaman penjajahan Belanda kami mengenal "Londo Ireng"  atau "Belanda Hitam" yang bukan kulit putih,  menjadi antek penjajah, begundal dan menista sesama pribumi.

Kini kami mengenal "Arab Pesek" yakni orang orang lokal yang sudah jadi antek dan begundal Anda -  memuliakan Anda dan tega menganiaya saudara sesama kulit sawo matang - demi keuntungannya sendiri. Juga rasa takut lantaran menempatkan ras Anda  lebih mulia dan lebih suci dibanding kami.

Ya - Anda sudah jadi penjajah baru di negeri kami. Setidaknya penjajah budaya. Anda bukan tamu lagi.

Anda penjajah yang sudah menguasi dan mencengkeram alam pikiran warga kami dan tuan rumah dan menciptakan generasi "Arab Pesek" yang setiap saat bisa mendatangi, mengintimidasi dan mempersekusi warga kami.

Bahkan ada kini terang terangan mengancam memenggal leher saudara sebangsa -  sesama kulit sawo matang - demi membela orang yang seketurunan dengan Anda,  Arab Pesek !!!

Kamis, 23 April 2020

KISAH PERSAHABATAN PASTOR KATOLIK DAN KELUARGA YAHUDI

KISAH PERSAHABATAN PASTOR KATOLIK DAN  KELUARGA  YAHUDI

Kisah seorang Pastur dan Keluarga Yahudi,  kisah nyata

DESEMBER 1902, Hari ini hari Jumat, hari pertama kami membuka usaha kami; Dengan berseri-seri, saya (17 tahun, pengantin baru) berdiri di sebelah suami saya Solomon, di dalam toko kami yang bernama UEBERALL 3–9–19 Sen.
Terletak di Brooklyn, US; toko kami menjual barang-barang dengan harga pas, senilai 3, 9 atau 19 sen.

Tamu pertama kami melangkah
masuk, Beliau seorang Pastor Katolik muda usia, dari sebuah gereja (Katolik) kecil, namanya Pastor Caruana.
Beliau berbelanja sedikit, dan mukanya gelap, semuram warna jubahnya.
“Mengapa sedih Bapa”? suami saya bertanya–Pastor Katolik biasa disapa dengan sebutan Father/Bapa--; Solomon tergolong orang yang! sangat mudah “jatuh hati”.

Pastor tersebut berbicara pelan, seolah menerawang menjawab, “Gereja kami harus ditutup...”! “Mengapa”?, bagi suami saya, agama adalah penyembahan kepada TUHAN, Kami menjalankan semua ritual agama kami.
Keluarga Ueberall, sebagaimana sebagian besar orang-orang Yahudi, beragama Yahudi; Mereka menyembah TUHAN Yehova yaitu TUHAN Abraham, Ishak & Yakub, dan mematuhi hukum Taurat Musa, Mereka bukan beragama Kristen Katolik. 

Pastor tersebut menjelaskan bahwa Beliau membutuhkan $500, untuk Senin mendatang, Jemaatnya miskin dan tidak mungkin memenuhi tuntutan $500 itu.
Gereja pusatnya tidak dapat membantu, dan rasanya tidak ada jalan keluar.
Suami saya mendengarkan dengan cermat, dan tangannya meremas-remas jemari saya, Saya merasakan perasaan hatinya yang terdalam.

Kami berdua adalah orang-orang Yahudi, pindah dari Austria (suami saya) dan saya dari Rusia, Kami mencari kehidupan yang lebih aman dan baik di Amerika.
Di Eropa, keadaannya kurang begitu baik untuk bangsa kami.
“Tidak! tidak boleh terjadi…”!, kata Solomon; Ia berpikir keras, dan kemudian berkata: “Jangan kawatir Bapa, kita usahakan uang itu…”!
Saya melotot ke arah Solomon, Nggak salah? Lima dollar saja tidak kami miliki saat ini !

Pastor Caruana juga melotot memandangi suami saya, Kemudian dengan wajah tidak percaya, Beliau meninggalkan kami. Solomon menatap saya, “Esther, kita memiliki begitu banyak hadiah pernikahan, Kita gadaikan itu semua, Suatu saat kita tebus itu semua kembali, namun sekarang kita cari 500 dollar…”!
Solomon melepaskan jam emas beserta rantainya yang merupakan hadiah dari ayah saya, Ia melihat kepada cincin kawin saya, Terpaksa saya buka perlahan dan menyerahkan kepadanya.
MASIH KURANG BANYAK !

Solomon kembali petang itu dengan wajah kurang cerah, Ia hanya berhasil mendapatkan $250.
Pada saat makan malam ia menjadi riang kembali dan berseri-seri berkata: “Saya tahu, kita pinjam!, Keluarga kita besar dan kompak bukan”?; Dan sepanjang hari minggu itu, Solomon pergi mengunjungi para paman, ipar, sepupu, dan kawan kawan yang pernah ia tolong.
Beberapa dengan simpatik langsung menolong, Beberapa berkeras hati.
Solomon memohon-mohon, ia ngemis, menghimbau, membangkit-bangkit, akhirnya terkumpul lagi sebesar $250,#.

Sejak saat itu, tiap hari Senin, Pastor Caruana merupakan pengunjung toko kami yang paling pagi.
Beliau senantiasa membawa sebuah dompet kulit, dan membayar sebagian demi sebagian; Uang tersebut adalah hasil kolekte jemaatnya.
Persahabatan kami meningkat. Kemudian seluruh hutangnya terbayar lunas…!

BERKAT MELIMPAH
Cincin kawin saya telah berhasil ditebus, dan semua barang-barang yang kami gadaikan kembali dengan selamat.
Keberuntungan senantiasa mewarnai toko kami, dan berkat bagaikan luber tercurah; Tak lama sesudah itu kami mengganti nama toko menjadi Toko SERBA ADA UEBERALL.

Demikianpun dengan jemaat Pastor Caruana, Dengan pelan namun pasti, jemaat itu makin kuat dan makin besar; Mereka bahkan bisa membangun gereja yang lebih kokoh dan bagus, dengan nama Santa Lucia.
Tahun 1919 Pastor Caruana dipanggil pulang ke Roma, dan perpisahannya dengan Solomon lebih merupakan perpisahan dua saudara kandung !

TAHUN–TAHUN KEMUDIAN
Solomon secara tiba-tiba dipanggil TUHAN, meninggalkan saya dan dua anak anak.
Pukulan keras ini berdampak dua tahun, Saya kemudian bekerja sendiri, dan melatih putera saya mengambil alih usaha.
Secara pelan-pelan, ingatan akan Pastor Caruana menghilang dari pikiran saya.
Perang dunia II meletus, dan Hitler menderap masuk Austria.
Kesulitan besar terjadi di sana, dan kami menerima surat-surat permohonan dari saudara serta kerabat Solomon, yang ingin disponsori untuk pindah ke Amerika; Tanpa kepindahan ini, kamp-kamp konsentrasi dan maut menanti mereka.
Saya berusaha keras menolong, Namun pemerintah Amerika kemudian menutup kemungkinan migrasi dengan memberlakukan kuota.

Surat-surat permintaan terus masuk.
Tiap menerima sebuah, terasa satu tikaman di ulu hati saya; Saya akan bersandar di dinding dan menangis:
“Oh Solomon, kalau saja engkau masih hidup…”!
Akhirnya saya menghubungi Departemen Perburuhan di Washington, dan mereka menyarankan agar saya membiayai para pelarian masuk Cuba (Saat itu Cuba masih bersahabat dgn Amerika Serikat).; Syaratnya, harus ada tokoh kuat di Cuba yang bisa mensponsori, dan menjamin akan kelangsungan hidup di sana, Siapa?

Saya tak kenal seorang pun di Cuba !
Terbersit sebuah ilham, Cuba negara Katholik; mungkin gereja Santa Lucia bisa menolong. Seorang Pastor muda langsung mengirim kawat (telex) kepada pimpinan Gereja Katholik di Havana memberi kabar kedatangan saya.

HAVANA INTERNATIONAL AIRPORT, CUBA, (2 HARI KEMUDIAN)…
Turun dari pesawat terbang, udara hangat menerpa wajah; Seorang anak laki-laki kecil berlari-lari menemui saya di tangga pesawat dengan sebuah buket kembang mawar.
Saya mencium pipi anak kecil ini, terheran heran akan penyambutan VIP macam ini; Lalu saya melihat sepasang sepatu coklat di sisi anak itu, Mata saya naik ke atas, terpandang sebuah gaun beludru berwarna merah darah dengan rumbai-rumbai kuning.
Mata saya naik lagi ke atas, dan melihat langsung sepasang mata ramah, berkeriput, yang memandang dalam-dalam, dengan gelombang hangat di dalamnya; Orang itu tersenyum kepada saya.

Saya memusatkan perhatian...
Tangannya terulur kepada saya,dan berkata pelan: “Esther Ueberall… tidak ingatkah kau pada saya”? Pastor Caruana!!! Saya berenang dalam air mata… Di dalam mobil menuju pusat kota, Pastor Caruana bercerita bagaimana Beliau kemudian ditugaskan Roma di Cuba, dan menjadi Bishop Kepala (Uskup Agung?) di sana.
Dengan pertolongannya, dua lusin keluarga kami melarikan diri dari cengkeraman Hitler, dan tiba di Cuba.
Mereka menantikan dibukanya kuota imigrasi Amerika, dan tidak diperkenankan bekerja;  Namun gereja Katolik Cuba melindungi mereka, memberi makanan, pakaian, sayur mayur segar dari kebun-kebun sendiri, daging, dan enam bulan kemudian mereka telah aman di Amerika.

KEMBALI KE AMERIKA SERIKAT
Sejak saat itu, saya dan Pastor Caruana berkirim-kiriman surat.
Beliau kemudian jatuh sakit dan dirawat di kota Philadelphia, Amerika Serikat.
Beberapa kali saya menyempatkan diri menengok, dan dalam tiap doa…saya selalu ingat keadaan Beliau.
Suatu hari, sebuah surat tiba di meja kerja saya, dari pimpinan Gereja Katolik Philadelphia, dan isinya mengatakan bahwa keadaan Pastor Caruana sangat gawat; Beliau tidak ingin ditemui oleh siapapun, namun terus menerus memanggil-manggil nama saya.
3 jam kemudian saya telah tiba di sana, dan duduk dengan diam di sisi tempat tidurnya.
Beliau tampak kurus, lemah, dan tidak berdaya…; “Esther….”, katanya memegang tangan saya, Kami berdiam diri disana, saling memandang.

Saya tahu, bahwa Beliau sebentar lagi akan “berangkat”.
Kemudian Beliau berkata: “Esther, jaga diri baik baik, saya selalu berdoa untukmu dan untuk keluargamu”!; Kemudian,dengan banyak kesulitan, Beliau mengeluarkan dari bawah bantalnya sesuatu yang diletakkan dalam genggaman tangan saya, sebuah bros perak yang selalu dikenakannya.
Air mata yang panas membanjiri saya, dan sambil memegang tangannya erat-erat, "Pergilah dengan tenang Bapa, KENANGAN akan engkau sangat MANIS di dalam hati saya".
Lambang dari suatu hubungan yang manis, dari sekian banyak perbedaan-perbedaan umat manusia; namun saling berbuat baik, karena mengenal DIA !

Ini adalah terjemahan bahasa Indonesia, riwayat kehidupan Esther Ueberall, dimuat dua kali dalam majalah Guideposts, Februari 1974 dan Mei 1987.

ditulis sendiri oleh: Esther Ueberall