Minggu, 04 Februari 2018

Mencurigai Umat Kristen

Senin 05 Februari 2018, 10:24 WIB
https://news.detik.com/kolom/d-3850059/mencurigai-umat-kristen

Kolom Kang Hasan

Mencurigai Umat Kristen

Hasanudin Abdurakhman - detikNews
Mencurigai Umat Kristen Hasanudin Abdurakhman (Ilustrasi: Edi Wahyono)
Jakarta - Sebagai muslim saya malu melihat banyaknya perlakuan tidak adil yang dilakukan oleh sebagian orang Islam kepada umat Kristen. Mereka hendak beribadah, diganggu. Mau membangun gereja dipersulit. Hendak memberikan pelayanan sosial kepada sesama manusia, dihalangi. Kenapa kita ini?

Mereka melakukan kristenisasi, begitu tuduhannya. Apa itu kristenisasi? Mengajak orang masuk Kristen. Dalam bahasa Islam disebut berdakwah. Apa hukumnya berdakwah dalam ajaran Islam? Wajib. Sama halnya, umat Kristen juga punya kewajiban yang sama. Kenapa kita gusar dengan umat lain yang menjalankan kewajiban agamanya?

Tapi mereka menggunakan materi untuk mengiming-imingi orang. Lalu, apa bedanya dengan kita? Ajaran Islam mengajarkan bahwa muallaf adalah satu dari 8 golongan yang berhak menerima zakat. Muallaf itu tidak selalu berarti orang yang sudah masuk Islam. Ia dapat pula bermakna orang yang sudah condong kepada Islam.

Seberapa sahih tuduhan kristenisasi itu? Entahlah. Saya sendiri punya pengalaman yang berbeda. Di tahun 70-an tidak ada rumah sakit di Pontianak selain RS St. Antonius. Bahkan pemerintah pun seingat saya belum menyediakan RS. RSUD Sudarso baru dibuka tahun 1980.

Selama berpuluh tahun ini RS St. Antonius melayani warga, dari segala macam agama dan suku. Dengan adanya RSUD pun tetap banyak yang mereka layani, karena pengguna jasanya semakin banyak, seiring pertambahan penduduk. Ketika saya tinggal di Pontianak tahun 2004-2005, anak-anak saya juga dirawat di situ ketika sakit.

Kristenisasi? Sejauh yang bersinggungan dengan keluarga kami, tidak ada. Tidak ada yang pernah ditawari, diajak, terlibat dengan peribadatan Katolik. Murni mereka memberikan layanan kesehatan. Bahkan terhadap pasien yang menerima layanan gratis karena tidak mampu, juga tidak ada tawaran seperti itu.

Demikian pula halnya dengan layanan sekolah. Entah ada berapa ribu sekolah Katholik dan Protestan di Indonesia. Entah berapa juta anak-anak muslim sekolah di situ. Adakah yang punya data, berapa persen dari mereka yang masuk Kristen?

Ada sepupu saya yang waktu sekolah menumpang di rumah kami. Ayah saya, karena masih harus menyekolahkan banyak anaknya sendiri, tidak sanggup membiayai secara penuh untuk kemanakannya itu. Dia hanya menumpang tinggal dan makan saja. Sedangkan biaya sekolah, ia harus cari sendiri. Kepala SMA Santu Petrus Pontianak waktu itu memberi dia kemudahan. Ia boleh sekolah gratis di situ. Padahal itu adalah sekolah elite yang mahal.

Tak pernah ada ajakan masuk Katholik kepada saudara saya itu. Selama sekolah ia menjadi muazin di mesjid. Tak goyah sedikit pun imannya.

Karena itu saya tidak pernah mencurigai apapun pelayanan umat Katolik. Dalam keadaan masih banyak umat yang membutuhkan bantuan, tak pantas kita mencurigai layanan yang mereka berikan. Ketimbang mencurigai dan menghalangi, alangkah baiknya kalau umat Islam juga memperbanyak aktivitas pelayanan, melalui rumah sakit, sekolah, perpustakaan, dan lain-lain. Semakin banyak kita sediakan, makin banyak pula manusia yang terbantu.

Hasanudin Abdurakhman cendekiawan, penulis dan kini menjadi seorang profesional di perusahaan Jepang di Indonesia

Minggu, 16 Juli 2017

SIKAP BUPATI BANYUWANGI TERHADAP DISKRIMINASI

Ada Diskriminasi Terhadap Siswi Non Muslim di Banyuwangi, Bupati Anas Marah

http://regional.kompas.com/read/2017/07/16/23005061/ada-diskriminasi-terhadap-siswi-non-muslim-di-banyuwangi-bupati-anas-marah

Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati
Kompas.com - 16/07/2017, 23:00 WIB
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas saat menerima kunjungan daritokoh agama pada acara Halal Bihalal di kediamannya KOMPAS.COM/Ira Rachmawati Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas saat menerima kunjungan daritokoh agama pada acara Halal Bihalal di kediamannya
BANYUWANGI,KOMPAS.com - Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas marah saat mengetahui adanya berita diskriminasi yang menimpa seorang pelajar perempuan calon peserta didik SMP di wilayahnya sehingga siswi tersebut memilih menarik berkas pendaftarannya.
Adalah NWA, seorang pelajar perempuan calon peserta didik SMP 3 Genteng Kabupaten Banyuwangi yang memilih menarik berkas pendaftarannya karena merasa ada diskriminasi di sekolah tersebut yakni menerapkan aturan menggunakan jilbab bagi siswinya, sedangkan NWA sendiri beragama non Islam.
Saat mengetahui hal itu, Bupati yang kerap disapa Anas itu, langsung meminta Kepala Dinas Pendidikan Banyuwangi untuk membatalkan aturan wajib berjilbab di SMPN 3 Genteng.
"Aturan yang diterapkan berdasarkan inisiatif pimpinan SMPN 3 Genteng. Saya sudah minta batalkan aturan itu. Batalkan detik ini juga. Terus terang saya kecewa. Kita ini pontang-panting jaga kerukunan umat, kok masih ada paradigma seperti ini," ucap Anas kepada Kompas.com, Minggu (16/7/2017).
"Kalau berjilbab untuk pelajar muslim kan tidak masalah, tapi ini diterapkan secara menggeneralisasi tanpa melihat latar belakang agama pelajarnya," tambah dia.
Ia menilai aturan yang diterapkan berpotensi mendiskriminasi pelajar beragama selain Islam.
Anas juga meminta agar Kepala Dinas Pendidikan untuk mengkaji pemberian peringatan dan sanksi kepada pimpinan sekolah yang menerapkan aturan itu.
Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan Sulihtiyono saat dihubungi Kompas.com menjelaskan pihaknya telah menginstruksikan kepala sekolah untuk menghapus aturan itu.
Ia menjelaskan NWA mendaftar melalui online dengan dua pilihan, yaitu SMPN 1 Genteng dan SMPN 3 Genteng. Siswa yang bersangkutan kemudian diterima di SMPN 3 Genteng, namun batal masuk karena adanya aturan wajib berjilbab. Akhirnya NWA mencoba melalui jalur minat, bakat, dan prestasi, sehingga diterima di SMPN 1 Genteng.
“Pelajar yang bersangkutan sudah diberi penjelasan tetap bisa diterima di SMPN 3 Genteng, karena aturan sudah dibatalkan atas perintah Pak Bupati. Tapi NWA tetap memilih SMPN 1 Genteng. Kami memohon maaf atas kejadian ini, dan saya pastikan tidak akan ada lagi permasalahan serupa terjadi di kemudian hari,” ucap Sulihtiyono.
Cerita sang ayah
Timotius Purno Ribowo, ayah NWA bercerita, dirinya mengambil keputusan menarik berkas pendaftaran tersebut setelah daftar ulang di SMPN 3 Genteng pada Jumat (7/7/2017) lalu.
Saat itu petugas pendaftaran langsung mengatakan kepadanya bahwa sekolah tersebut hanya menerima siswa yang beragama Islam dan tidak bisa menerima siswa non Islam.
"Mendengar pernyataan itu anak saya langsung nangis ditempat. Saya sempat debat dengan petugas dan akhirnya anak saya tetap diterima namun syaratnya harus menggunakan jilbab dan mengikuti kegiataan keagamaan," katanya saat dihubungi Kompas.com Minggu (16/7/2017).
Akhirnya sebut dia, dirinya menunda daftar ulang dan kembali ke sekolah hari Sabtu untuk bertemu langsung dengan kepala sekolah. Namun, kepala sekolah tidak ada di tempat dan hanya berkomunikasi lewat telepon.
"Saat itu kepala sekolah mengatakan bahwa sekolah SMP 3 Genteng tidak menerima siswa non muslim dan jika ingin tetap sekolah di SMP 3 harus mengikuti aturan yaitu menggunakan jilbab bagi perempuan dan mengikuti semua kegiatan keagamaan. Saat itu saat berusaha legowo dengan mencabut berkas pendaftaran anak saya," tambah dia.
Purno pun melaporkan kejadian tersebut ke Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuwangi dan disarankan untuk mendaftar di SMPN 1 Genteng melalui jalur minat bakat dan prestasi dan dinyatakan diterima dengan peringkat 10 besar.
"Senin daftar dan Jumat dinyatakan lolos di SMPN 1 Genteng. Dia sudah mengikuti kegiatan di sekolahnya yang baru," kata dia.
Bantah
Sementara itu Ketua Komite SMPN 3 Genteng Syaifudin, membantah mengenai adanya aturan wajib menggunakan jilbab bagi siswa perempuan.
"Kami siap untuk bertemu untuk diklarifikasi dengan orang tua calon wali murid. Tidak benar pelarangan tersebut. Semua difasilitasi sama," kata Syaifudin dihubungi Kompas.com , Minggu (16/7/2017).
Ia membenarkan bahwa NWA adalah calon peserta didik yang mendaftar di SMPN 3 Genteng dan diterima di jalur reguler dengan nomor urut 24.
Saat orang tua NWA datang ke sekolah untuk daftar ulang, oleh petugas diberi informasi bahwa seragam bagi yang beragama Islam menggunakan jilbab dan yang non islam menyesuaikan.
"Wali murid kembali lagi ke sekolah pada hari Sabtu untuk koordinasi dengan pihak sekolah dan pada hari Senin 10 Juli orang tuanya mengatakan keberatan jika anaknya menggunakan jilbab padahal di sekolah kami sudah membebaskan. Orangtuanya legowo dan mengatakan tidak akan mempermasalahkan hal tersebut," katanya.
Ia menambahkan selama ini seluruh siswa yang bersekolah di SMPN 3 Genteng beragama Islam, dan NWA adalah siswa yang beragama non Islam yang pertama kali diterima di SMP 3 Genteng.
"Tidak ada siswa non Islam di sini. Kelas dua dan kelas tiga semuanya beragama Islam. Baru NWA yang beragama non Islam dan kami fasilitasi sama," katanya.
Baca juga: Massa di Kediri Suarakan Anti-Diskriminasi dan Radikalisme

Kompas TV Warisan Toleransi dan Keberagaman dari Banyuwangi
Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:
PenulisKontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati
EditorErlangga Djumena

Kamis, 01 Desember 2016

Purwakarta Paling Toleran di Jawa Barat

Purwakarta Paling Toleran di Jawa Barat


http://regional.kompas.com/read/2016/12/02/13361221/purwakarta.paling.toleran.di.jawa.barat


Jumat, 2 Desember 2016 | 13:36 WIB

Dok Humas Pemkab Purwakarta Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengeluarkan beberapa kebijakan untuk membangun toleransi. Di antaranya Satgas Toleransi Agama/Keyakinan, surat edaran Jaminan Beribadah dan Berkeyakinan, serta menambah fasilitas ruang ibadah sesuai keyakinan/kepercayaan masing-masing.
BOJONEGORO, KOMPAS.com – Peneliti sosial Kebebasan Berkeyakinan dan Beragama (KBB) Setara Institute, Halili Hasan, memperlihatkan paparan slidenya di depan peserta Festival HAM 2016. Seusai membacakan paparannya, dia melihat Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi.
"Ini di Jawa Barat lho, tempatnya Pak Dedi," ujar Halili pada Festival HAM 2016 di Bojonegoro, Kamis (1/12/2016).
Sambil tersenyum Dedi pun menjawab, "Di Purwakarta tidak begitu," tuturnya.
Slide tersebut menggambarkan penelitian yang dilakukan Setara Institute selama 2007-2015. Hasilnya menunjukkan Jawa Barat selalu menjadi juara umum dalam intoleransi kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia.
Data Setara Institut, tujuh daerah di Jabar masuk dalam 10 besar kota toleran terbawah di Indonesia. Yaitu Bogor, Bekasi, Depok, Bandung, Sukabumi, Banjar, dan Tasikmalaya. Mulai dari rumah ibadah, beasiswa dengan syarat diskriminatif, hingga layanan pendidikan keagamaan.
Namun, persoalan tersebut tidak terlihat di Purwakarta. Halili mengatakan, Dedi memiliki keberanian dalam membangun toleransi di daerahnya, meskipun tingkat intoleransi di provinsinya tinggi.

"Saya salut keberanian Bupati Dedi, yang berani menegakkan toleransi di tengah juaranya Jawa Barat dalam intoleransi," terangnya seusai seminar.

Salah satu bentuk keberanian Dedi adalah memberikan layanan pendidikan beragama bagi seluruh siswa muslim dan nonmuslim.
"Ini bentuk layanan pendidikan yang seharusnya dilakukan negara," terangnya.
Pemkab Purwakarta Cinta NKRI
Halili menilai, sikap intoletan bisa terbentuk dari tiga lingkungan, keluarga, masyarakat, dan pendidikan. Dua lingkungan itu adalah lingkungan dan masyarakat lebih sulit meminimalisir sikap intoleran. Karena itu, langkah Dedi sangat tepat dengan masuk ke lingkungan pendidikan. "Langkah yang tepat sehingga sejak dini ditumbuhkan rasa toleransinya sehingga bisa meminimalisir sikap-sikap intoleran," tuturnya.
Sebab, lanjut dia, hasil penelitiannya menyebutkan bahwa aktor tertinggi pelaku pelanggaran adalah pemda. Karena itu, untuk melawan intoleransi dibutuhkan kekuatan sipil yang tidak bersikap toleran pada kelompok-kelompok intoleran.
Apalagi, sambung Halili, kelompok intoleran biasanya berasal dari luar daerah tersebut. Dari beberapa kasus intoleran, pelakunya merupakan orang yang sama meskipun berbeda daerah. Namun, warga yang mengetahui hanya diam.
"Inilah yang harus didorong agar masyarakat membangun civilitas," ujarnya.

Sunda sangat toleran

Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengeluarkan beberapa kebijakan untuk membangun toleransi. Di antaranya Satgas Toleransi Agama/Keyakinan, surat edaran Jaminan Beribadah dan Berkeyakinan, serta menambah fasilitas ruang ibadah sesuai keyakinan/kepercayaan masing-masing.
Kebijakan tersebut salah satunya diturunkan karena dalam sejarah dan keberadabannya orang Sunda merupakan suku bangsa yang sangat toleran.

"Sebagai orang yang tinggal di daerah pegunungan dan dataran masyarakat Sunda itu terinspirasi prinsip-prinsip air. Yakni, berwatak dingin, jernih, mengalir mengikuti kelok dan lekuk yang ujungnya melahirkan karakter masyarakat Sunda yang lembut, terbuka dan menyejukkan," tuturnya.
Begitu juga dalam sejarah peradabannya. Menurut Dedi, masyarakat Sunda tidak memiliki sifat merebut, mendominasi, dan menguasai, sehingga tidak ada catatan buruk sejarah yang bersifat imperium dalam karakter kepemimpinan dan kemasyarakatan.

Sifat terbuka masyarakat Sunda ini melahirkan sistem kehidupan berbasiskan silih asah, silih asih, silih asuh; saling mencerdaskan, saling mengasihi, dan saling mengayomi. Sifat tersebut melahirkan perilaku sosial nulung kanu butuh, nalang kanu susah, nganteur kanu sieun, nyaangan kanu poékeun, yang artinya menolong pada yang memerlukan, memberi pada yang kesusahan, memberi cahaya kepada yang mengalami kegelapan.
Sistem yang terbuka ini pun memberikan ruang yang luas pada kaum migran untuk hidup secara damai di tanah Sunda. Itu terlihat dari berdirinya berbagai tempat ibadah yang ada di tanah Sunda yang identik dengan Jawa Barat.

Namun, sifat diam dan cenderung menghindari kegaduhan orang Sunda dengan prinsip caina hérang, laukna beunang atau airnya jernih, ikannya dapat telah melahirkan sebuah kultur masyarakat yang terdominasi iklim perubahan.
Kegaduhan "intoleransi" pun muncul. Ini bisa karena pengaruh karakter migran atau masyarakar urban. Atau, bisa juga karena saking tolerannya masyarakat Sunda.
Saat ini, Jabar dikritik karena intoleran dan sudah risiko sebagai orang Jabar, Dedi harus menerima kritik tersebut.
"Masalah toleransi berkaitan juga dengan psikologi kepala daerah. Ada yang berjalan dengan ideologi Pancasila, ada pula yang menjaga popularitas sehingga memberi stigma negatif," ucapnya.
Menurut Dedi, kedua prinsip itu harus segera diterobos. Cara menumbuhkan toleransi lainnya adalah sikap tegas TNI/Polri terhadap kelompok intoleran.
Pertahanan TNI/Polri yang kendur membuat isu-isu sara tumbuh. Sedangkan masyarakat tidak memiliki cengkaraman kuat terhadap kelompok intoleran yang memiliki agresivitas tinggi.

"Mestinya dihadapi aparat. TNI/Polri merupakan institusi ideologis yang tidak terkena politis, harusnya bisa," tutupnya.
RENI SUSANTI/KONTRIBUTOR PURWAKARTA

Keluarga Muslim Cenderung Masukkan Anak di Sekolah Katolik




Kamis 01 Dec 2016, 17:10 WIB

 https://news.detik.com/bbc-world/d-3360106/survei-di-inggris-keluarga-muslim-cenderung-masukkan-anak-di-sekolah-katolik

Survei di Inggris: Keluarga Muslim Cenderung Masukkan Anak di Sekolah Katolik

BBC Magazine - detikNews
Survei di Inggris: Keluarga Muslim Cenderung Masukkan Anak di Sekolah Katolik (MAZUR/CATHOLICNEWS.ORG.UK) Perubahan dalam kependudukan membuat ribuan murid Muslim memilih belajar di sekolah-sekolah Katolik.
London - Lebih dari 26.000 bocah Muslim terdaftar di sekolah-sekolah Katolik di Inggris danWales.Untuk pertama kalinya sebuah sensus tahunan di sekolah-sekolah Katolik mengumpulkan informasi mengenai jumlah siswa dari agama-agama lain.
Kelompok terbesar murid-murid non-Katolik berasal dari 'cabang' agama Kristen lainnya, namun hampir sepersepuluhnya berasal dari keluarga-keluarga Muslim.
Pemerintah berencana untuk mendorong lebih banyak lagi sekolah-sekolah Katolik gratis yang dibuka.
Analisis ini menunjukkan bahwa, secara keseluruhan, hampir sepertiga dari lebih 850.000 murid dalam sistem sekolah Katolik tidak beragama Katolik - dari total hampir 290.000 siswa.
Mengubah populasi
Hal ini dapat mencerminkan perubahan demografi setempat dan migrasi - banyak sekolah Katolik melayani daerah yang mengalami penurunan jumlah keluarga-keluarga beragama Katolik.
Murid-murid Muslim merupakan kelompok non-Kristen terbesar, selain 63.000 siswa yang berasal dari keluarga-keluarga yang tidak beragama.
Murid Muslim di sekolah Katolik
(iStock) Para siswa Muslim di sekolah-sekolah Katolik bisa saja tidak menghadiri acara-acara keagamaan, namun mereka ingin turut serta, tutur seorang kepala sekolah.Finnuala Nelis, pimpinan St Patrick Catholic Voluntary Academy di Sheffield, mengepalai sebuah sekolah yang setengah dari murid-muridnya bukan penganut Katolik.
Ia mengatakan telah terjadi perubahan pada populasi setempat - dan dewasa ini para orang tua terkenal lebih memilih sekolah Katolik, meskipun mereka bukan Katolik.
Ini termasuk orang-orang beragama Kristen dari sejumlah gereja Afrika dan juga siswa-siswi Muslim.
Ia mengatakan ada siswa-siswa Muslim yang beribadah di masjid-masjid setempat secara teratur, yang menghadiri layanan keagamaan Katolik di sekolah.
Berbicara dengan para orang tua
Para orang tua dari siswa-siswa Muslim berhak untuk menarik anak-anak mereka agar tidak mengikuti perayaan keagamaan di sekolah, kata Nelis, tetapi mereka justru ingin anak-anak mereka ikut berpartisipasi.
"Ini bukan sebuah zona yang tidak nyaman" untuk berbicara tentang hal ini dengan para siswa atau orang tua, katanya.
Para siswa Muslim
(BBC) Sekolah-sekolah Muslim tidak begitu banyak jika dibandingkan dengan jumlah pemeluk agamanya.Para orang tua Muslim juga bisa meminta agar anak-anak mereka libur dari sekolah pada hari-hari raya Muslim, seperti Idul Fitri.
Ia mengatakan bahwa para orang tua non-Katolik memilih sekolah karena etos dan 'sistem nilai.' serta reputasi sekolah Katolik untuk 'standar pendidikan yang baik.'
Pemerintah ingin mengubah aturan bagi sekolah gratis untuk mendorong lebih banyak lagi sekolah-sekolah Katolik yang dibuka.
Pemerintah menganggap sekolah-sekolah Katolik menggabungkan keragaman etnis dengan standar yang tinggi. Di sekolah dasar Katolik, 37% siswa berasal dari etnis minoritas, lebih tinggi dari rata-rata nasional.
Tapi, muncul kritik bahwa memperluas sekolah agama akan mendorong segregasi sosial.
Daya tarik dari sekolah-sekolah Katolik untuk para keluarga Muslim mungkin juga mencerminkan fakta bahwa sekolah-sekolah Muslim sangat sedikit jumlahnya.
Di antara lebih dari 6.800 sekolah agama dalam sistem sekolah negeri, hanya ada 28 sekolah Muslim.
Paul Barber, Direktur Dinas Pendidikan Katolik, mengatakan sekolah-sekolah Katolik merupakan "lentera keragaman dan integrasi atas turun naiknya negara."

(nwk/nwk)

Jumat, 23 Oktober 2015

Harmonis Meski Keyakinan Berbeda

Saudara kembar ini Tetap Harmonis Meski Keyakinan Berbeda
 http://forum.detik.com/saudara-kembar-ini-tetap-harmonis-meski-keyakinan-berbeda-t1238683.html
 


Kedua wanita kembar ini tumbuh dan memilih cara yang berbeda dalam hal keyakinan. Satu memilih Islam sebagai jalan hidupnya dan satunya mengabdikan diri sebagai seorang biarawati Katolik di Konggregasi PBHK dan sekarang berkarya di Marauke, Papua...
Kedua wanita kembar ini tumbuh dan memilih cara yang berbeda dalam hal keyakinan. Satu memilih Islam sebagai jalan hidupnya dan satunya mengabdikan diri sebagai seorang biarawati Katolik di Konggregasi PBHK dan sekarang berkarya di Marauke, Papua.

Meski keduanya memilih jalan berbeda dalam hal keyakinan. Hal itu tidak mempengaruhi hubungan keduanya. Mereka akur, harmonis dan tetap menyayangi satu sama lain.

Kisah keduanya menjadi banyak pembicaraan setelah akun Facebook Bernadus Yohannes Raldy Doy

membagikannya ke sejumlah media sosial.

Komentarpun bernada positif banyak diberikan terkait kerukunan antara saudara kembar yang berbeda keyakinan.

Seperti yang diungkapkan akun Facebook Hermain Hidayat " Subhanallah..Semoga ini contoh nyata persaudaraan antar umat beragama yg harmonis di NKRI..Aamiin.."tulisnya.

Hal senanda diungkapkan akun Jan Weslyn Purba Tambak . ia mengatakan bahwa kisah saudara kembara itu adalah contoh indahnya perbedaan "Luar biasa ..... ternyata perbedaan keyakinan itu indah dan mempersatukan sesama, menjadi teladan buat kita semua, Amiiin"ungkapnya.

sumber: tribunnews.com

Sabtu, 10 Oktober 2015

Masjid dan Gereja Berdiri di Halaman yang Sama

Berdiri di Halaman yang Sama, Masjid dan Gereja Ini Jadi Simbol Toleransi

 http://regional.kompas.com/read/2015/10/11/11130631/Berdiri.di.Halaman.yang.Sama.Masjid.dan.Gereja.Ini.Jadi.Simbol.Toleransi?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kknwp

 

 

MINAHASA TENGGARA, KOMPAS.com - Tingkat toleransi kehidupan beragama di Kampung Buyat Pante, Dusun 5, Desa Ratatotok Timur, Kecamatan Ratatok, Minahasa Tenggara ini sungguh terjaga. Hal ini tercermin dari bangunan masjid dan gereja yang didirikan di satu halaman tanpa pagar pembatas bahkan nyaris berimpitan.


Kubah Masjid An-Namira yang berhadapan dengan menara Gereja GMIM Jemaat Lakban seakan menyampaikan pesan bahwa kerukunan antar kedua pemeluk agama yang dianut sebagian besar warga di kampung itu menjadi pemersatu.

Warga di sana sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan. "Bukan hanya tersimbolisasi dari kedua bangunan itu, tetapi selama ini saya tak pernah mendapati adanya gesekan horizontal atau hal lain di kedua pemeluk agama," ujar Pudin, warga Ratatotok, Minggu (11/10/2015).

Mendirikan dua bangunan ibadah yang digunakan secara rutin dalam satu halaman tentu bukan perkara mudah.

Butuh toleransi yang tinggi dari kedua umatnya terutama toleransi saat waktu ibadah bertabrakan.

Namun menurut Pudin, warga Kampung Buyat sebagaimana warga Sulawesi Utara pada umumnya, sangat menghargai sikap toleransi.

"Jelas ini menjadi kekuatan bagi kami semua di sini tetap menjaga tali persaudaran walau berbeda keyakinan. Harmonisasi itu juga terlihat pada saat ada perayaan hari raya. Misalnya saat Idul Adha, umat muslim yang menyembelih hewan kurban ikut membagikannya ke seluruh masyarakat tanpa memandang agama dan dari suku manapun," kata Pudin.

Kedua bangunan tersebut dibangun sejak tahun 2004 dengan dana partisipasi masyarakat setempat dan dibantu oleh PT Newmont Minahasa Raya yang dulunya mengoperasikan perusahaan tambang emas di sana.

Kini kedua bangunan yang berdiri di dekat lokasi wisata Pantai Lakban itu juga sering dijadikan tempat berfoto para wisatawan yang datang.

Mereka mengaku salut dengan toleransi yang disimbolkan dari kedua bangunan. Harapannya ke depan kedua tempat ibadah tersebut bisa menjadi ikon toleransi di Sulawesi Utara dan Indonesia pada umumnya.

Harapan kami di lokasi itu bisa pula dibangun berbagai fasilitas pendukung," kata Imam Masjid An-Namira, Ustaz Dahri Pakaya. 

Ikuti perkembangan berita ini dalam topik:

Penulis: Kontributor Manado, Ronny Adolof Buol
Editor : Desy Afrianti

 

Senin, 16 Februari 2015

Pengadilan Spanyol Dakwa 9 Pastur


Pengadilan Spanyol Dakwa 9 Pastur Terkait Pelecehan Seksual Anak

Ayunda W Savitri - detikNews
Madrid - Pengadilan di Kota Granada, Spanyol, menjatuhkan hukuman terhadap 9 dari 10 pastur dan dua staf gereja atas tuduhan pelecehan seksual terhadap anak-anak. Tuduhan terhadap tindak kejahatan yang dilakukannya pun tak main-main.

Dilansir dari BBC, Selasa (17/2/2015), bentuk pelecehan yang dilakukan para pelaku antara lain dalam bentuk penetrasi dan eksibisionisme. Selama proses berlangsung, Paus Fransiskus disebut-sebut ikut campur alias mengintervensi kasus ini seperti mendesak penyelidikan.

Misalnya saja, pada November 2014 lalu Paus Fransiskus diketahui telah menghubungi korban yang kini berusia 24 tahun untuk meminta maaf atas nama Gereja Katolik Roma atas tindakan yang dilakukan oleh para pastur terhadap korban. Tindakan itu dilakukan Paus setelah korban menulis surat tentang pelecehan seksual yang dialaminya antara tahun 2004 dan tahun 2007.

Menyusul kontak yang dilakukan Paus terhadap korban, Uskup Agung Granada, Francisco Javier Martinez, bersama para uskup lainnya pun langsung bersujud di depan altar Katedral Granada. Tujuannya meminta pengampunan terhadap kasus pelecehan seksual yang terjadi dalam lingkungan Gereja.

Sebab banyak di antara korban pelecehan akan memendam amarah dan menilai hal itu bisa terjadi karena Vatikan gagal menghukum para pejabat senior yang berupaya menutupi skandal seks semacam itu. Menanggapi kasus semacam ini, Paus Fransiskus sendiri telah berjanji tidak akan mentolerir pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.

Sebagai catatan, pada Juli 2014 lalu, Paus kelahiran Argentina itu juga memohon pengampunan dari korban pelecehan seksual yang dilakukan para uskup. Paus bahkan mengecam keras gereja yang berani menutup-nutupi 'kejahatan berat' yang dilakukan pemuka agama tersebut.